UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA
(UU NO. 7 TAHUN 1989 - UU NO. 3 TAHUN 2006 - UU NO.50 TAHUN 2009)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama Pengertian
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
1
|
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam.
2.
Pengadilan adalah Pengadilan
Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama di
lingkungan Peradilan Agama.
3.
Hakim adalah Hakim
pada Pengadilan Agama
dan Hakim pada
Pengadilan
Tinggi Agama.
4.
Pegawai Pencatat Nikah adalah
Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor
Urusan
Agama.
5.
Juru Sita dan
atau Juru Sita
Pengganti adalah Juru
Sita dan atau
Juru Sita Pengganti pada
Pengadilan Agama.
|
Tidak Berubah
|
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang
yang beragama Islam.
2.
Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan
tinggi agama di lingkungan peradilan
agama.
3.
Hakim adalah hakim
pada pengadilan agama
dan hakim pada pengadilan tinggi
agama.
4.
Pegawai Pencatat Nikah
adalah pegawai pencatat nikah pada kantor urusan agama.
5.
Juru Sita dan/atau Juru Sita Pengganti adalah juru sita dan/atau
juru sita pengganti
pada pengadilan
agama.
6.
Mahkamah Agung adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
7.
Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8.
Pengadilan Khusus adalah
pengadilan yang mempunyai kewenangan
untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus
perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah
satu lingkungan badan peradilan
yang berada di
bawah Mahkamah Agung yang
diatur dalam undang-undang.
9.
Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian
dan pengalaman di
bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang pengangkatannya diatur
dalam undang-undang.
|
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
2
|
Peradilan Agama merupakan salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang
ini.
|
Peradilan Agama adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
|
Tidak Berubah
|
3
|
(1) Kekuasaan Kehakiman di
lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh :
a.
Pengadilan Agama;
b.
Pengadilan Tinggi Agama.
(2)
Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan
Agama berpuncak pada Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
3A
|
Tidak Ada
|
Di lingkungan Peradilan Agama dapat
diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
|
(1)
Di lingkungan peradilan
agama dapat dibentuk
pengadilan khusus yang
diatur dengan undang-undang.
(2)
Peradilan Syari’ah Islam
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan
pengadilan khusus dalam
lingkungan
peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam
lingkungan
peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan umum.
(3) Pada pengadilan
khusus dapat diangkat hakim
ad hoc untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus
perkara, yang
membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam
bidang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
(4)
Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan, dan pemberhentian serta
tunjangan hakim ad
hoc diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
Bagian Ketiga Tempat Kedudukan
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
4
|
(1)
Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten,
dan daerah hukumnya meliputi wilayah
kotamadya atau kabupaten.
(2)
Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di
Ibukota propinsi, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi.
|
(1)
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
(2)
Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi.
|
Tidak Berubah
|
Bagian Keempat Pembinaan
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
5
|
(1) Pembinaan teknis peradilan bagi
Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)Pembinaan
organisasi, administrasi,
dan keuangan Pengadilan
dilakukan oleh Menteri Agama.
(3)
Pembinaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
|
(1)
Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial
pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
|
Tidak Berubah
|
BAB II
SUSUNAN PENGADILAN
Bagian pertama Umum
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
6
|
Pengadilan terdiri dari :
1.
Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama;
2.
Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
7
|
Pengadilan Agama dibentuk dengan
Keputusan Presiden.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
8
|
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk
dengan Undang-undang.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
9
|
(1)
Susunan Pengadilan Agama
terdiri dari Pimpinan,
Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita.
(2)
Susunan Pengadilan Tinggi
Agama terdiri dari
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
10
|
(1)
Pimpinan Pengadilan Agama
terdiri dari seorang
Ketua dan seorang Wakil Ketua.
(2)
Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari seorang Ketua dan
seorang Wakil Ketua.
(3)
Hakim Anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah Hakim Tinggi.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Bagian Kedua (Ketua, Wakil Ketua, Panitera,
dan Juru Sita)
Paragraph 1 (Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim)
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
11
|
(1)
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
(2)
Syarat dan tata
cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-undang
ini.
|
(1)
Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan
kehakiman.
(2)
Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan
tugas hakim
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
|
Tidak Berubah
|
12
|
(1)
Pembinaan dan pengawasan
umum terhadap Hakim
sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Agama.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara.
|
(1)
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.”
|
|
12A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pengawasan internal atas
tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Selain pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
untuk menjaga dan
menegakkan
kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, pengawasan
eksternal atas perilaku
hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.
|
12B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Hakim harus memiliki
integritas dan kepribadian tidak tercela,
jujur, adil, profesional,
bertakwa, dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di
bidang
hukum.
(2)
Hakim wajib menaati
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
|
12C
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melakukan pengawasan hakim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12, Komisi Yudisial melakukan koordinasi dengan
Mahkamah Agung.
(2)
Dalam hal terdapat
perbedaan antara hasil pengawasan internal
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan hasil pengawasan
eksternal yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial, pemeriksaan
dilakukan bersama
oleh Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial.
|
12D
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
eksternal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12A ayat
(2), Komisi Yudisial mempunyai
tugas melakukan
pengawasan terhadap
perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
(2)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial berwenang:
a.
menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau
informasi tentang dugaan pelanggaran
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
b.
memeriksa dan memutus dugaan
pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c.
dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d.
menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan di bawah
Mahkamah Agung atas
dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim;
e.
melakukan verifikasi terhadap
pengaduan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf d;
f.
meminta keterangan atau
data kepada Mahkamah Agung
dan/atau pengadilan;
g.
melakukan pemanggilan dan
meminta keterangan dari hakim yang
diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk kepentingan
pemeriksaan; dan/atau
h.
menetapkan keputusan berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b.
|
12E
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12A, Komisi Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib:
a.
menaati norma dan
peraturan perundang-undangan;
b.
menaati Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim; dan
c.
menjaga kerahasiaan keterangan
atau informasi yang diperoleh.
(2)
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa
dan memutus perkara.
(4)
Ketentuan mengenai pengawasan
eksternal dan pengawasan internal
hakim diatur dalam undang-undang.
|
12F
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
Dalam rangka
menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial
dapat menganalisis putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagai
dasar
rekomendasi untuk melakukan
mutasi hakim.
|
13
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada
Pengadilan Agama, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.
bukan bekas anggota
organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia,
termasuk organisasi massanya
atau bukan seseorang
yang terlibat langsung ataupun
tak langsung dalam
"Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi
terlarang yang lain;
f.
pegawai negeri;
g.
sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
h.
berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
i.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi Ketua dan
Wakil Ketua Pengadilan
Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorang
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e.
sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.
sehat jasmani dan rohani;
g.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h.
bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia
termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal
dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah
25 (dua puluh lima) tahun.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama
harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim
pengadilan agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat
sebagai hakim pengadilan agama, seseorang
harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
sarjana syari’ah, sarjana
hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f.
lulus pendidikan hakim;
g.
mampu secara rohani
dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
h.
berwibawa, jujur, adil,
dan berkelakuan tidak tercela;
i.
berusia paling rendah
25 (dua puluh
lima) tahun dan paling
tinggi 40 (empat
puluh) tahun; dan
j.
tidak pernah dijatuhi
pidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan
pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi ketua atau
wakil ketua pengadilan agama,
hakim harus berpengalaman paling
singkat 7 (tujuh)
tahun sebagai hakim pengadilan agama.
|
13A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pengangkatan hakim pengadilan
agama dilakukan melalui proses
seleksi yang transparan,
akuntabel, dan partisipatif.
(2)
Proses seleksi pengangkatan hakim
pengadilan agama dilakukan bersama
oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial.
|
13B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Untuk dapat diangkat
sebagai hakim ad
hoc, seseorang harus memenuhi
syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1),
kecuali huruf e dan huruf f.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat
(1) huruf c
tetap berlaku kecuali
undang-undang menentukan lain.
(3)
Tata cara pelaksanaan
ketentuan ayat (1)
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
14
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
a, b, c, d, e, f, g, dan i;
b.
berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sebagai Ketua atau Wakil
Ketua Pengadilan Agama
atau 15 (lima
belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi Ketua Pengadilan
Tinggi Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua
Pengadilan Agama.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama
diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tinggi Agama atau, sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama
yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang
hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf
c, huruf d, huruf e, huruf g, dan
huruf h;
b.
berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c.
pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua,
pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama;
dan
d.
lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus
berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat ketua pengadilan agama.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus
berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat ketua pengadilan agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat
menjadi hakim pengadilan tinggi agama,
seorang hakim harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf a,
huruf b, huruf
c, huruf d, huruf g, dan huruf j;
b.
berumur paling rendah
40 (empat puluh) tahun;
c.
berpengalaman paling singkat
5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua,
pengadilan agama,
atau
15 (lima belas)
tahun sebagai hakim pengadilan agama;
d.
lulus eksaminasi yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung; dan
e.
tidak pernah dijatuhi
sanksi pemberhentian sementara
akibat melakukan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3
(tiga) tahun bagi
hakim pengadilan tinggi agama yang
pernah menjabat ketua
pengadilan agama.
(3)
Untuk dapat diangkat
menjadi wakil ketua pengadilan tinggi
agama harus berpengalaman paling singkat
4 (empat) tahun
sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 2
(dua) tahun bagi hakim
pengadilan tinggi agama
yang pernah menjabat ketua
pengadilan agama.
|
15
|
(1)
Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara
atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2)
Ketua dan Wakil
Ketua Pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
|
(1)
Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua
Mahkamah Agung.
(2)
Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
|
(1)
Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden
atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a) Hakim
pengadilan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung dan/atau
Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b)
Usul pemberhentian hakim
yang dilakukan oleh Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1a)
hanya dapat dilakukan
apabila hakim yang bersangkutan melanggar
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
(2)
Ketua dan wakil
ketua pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
|
16
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil
Ketua, dan Hakim
wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai
berikut :
"Demi Allah, saya bersumpah
bahwa saya, untuk memperoleh jabatan
saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada
siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapa pun juga
suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah bahwa saya akan setia
kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan
Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar
1945, dan segala Undang-undang serta
peraturan lain yang
berlaku bagi Negara
Republik
Indonesia".
"Saya bersumpah
bahwa saya senantiasa
akan menjalankan jabatan saya
ini dengan jujur, seksama,
dan dengan tidak membeda-bedakan orang
dan akan berlaku dalam
melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya
bagi seorang Ketua,
Wakil Ketua, Hakim
Pengadilan yang berbudi baik
dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(2)
Wakil Ketua dan
Hakim Pengadilan Agama
diambil sumpahnya oleh
Ketua Pengadilan Agama.
(3)
Wakil Ketua dan
Hakim Pengadilan Tinggi
Agama serta Ketua
Pengadilan
Agama diambil sumpahnya oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Agama.
(4)
Ketua Pengadilan Tinggi
Agama diambil sumpahnya
oleh Ketua Mahkamah
Agung.
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan
wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam.
(2)
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
(3)
Wakil ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan
ketua pengadilan agama.
(4)
Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama serta ketua pengadilan
agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
(5)
Ketua pengadilan tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua
Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
17
|
(1)
Kecuali ditentukan lain
oleh atau berdasarkan
undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
a.
pelaksana putusan Pengadilan;
b.
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya;
c.
pengusaha.
(2)
Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)
Jabatan yang tidak
boleh dirangkap oleh
Hakim selain jabatan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim
tidak boleh
merangkap menjadi:
a.
pelaksana putusan pengadilan;
b.
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya; atau
c.
pengusaha.
(2)
Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3)
Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Tidak Berubah
|
18
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena :
a.
permintaan sendiri;
b.
sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.
telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan Agama, dan
63 (enam puluh
tiga) tahun bagi
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama;
d.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim yang
meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan
dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden
selaku Kepala Negara.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya karena:
a.
permintaan sendiri;
b.
sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.
telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
d.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
|
(1)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena:
a.
atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.
sakit jasmani atau
rohani secara terus-menerus;
c.
telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan agama, dan 67 (enam
puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan tinggi agama; atau
d.
ternyata tidak cakap
dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan
yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya oleh Presiden.
|
19
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a.
dipidana karena bersalah melakukantindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
terus-menerus melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak
dengan hormat dengan
alasan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan e dilakukan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)
Pembentukan, susunan, dan
tata kerja Majelis
Kehormatan Hakim serta
tata cara pembelaan diri
ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung bersama-sama dengan Menteri Agama.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya
dengan alasan:
a.
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah jabatan; atau
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di
hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)
Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis
Kehormatan Hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh
Ketua Mahkamah Agung.
|
(1)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan:
a.
dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama
3 (tiga) bulan;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17; dan/atau
f.
melanggar Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)
Usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf
b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi
Yudisial.
(4)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf
c, huruf d,
dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.
(6)
Sebelum Mahkamah Agung
dan/atau KomisiYud isial mengajukan
usul pemberhentian karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk
membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7)
Majelis Kehormatan Hakim
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) diatur sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
|
20
|
Seorang Hakim
yang diberhentikan dari
jabatannya, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
|
Seorang hakim yang diberhentikan
dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
|
Dalam hal
ketua atau wakil
ketua pengadilan diberhentikan
dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim.
|
21
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim sebelum
diberhentikan tidak dengan
hormat sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 19
ayat (1), dapat
diberhentikan sementara
dari jabatannya oleh
Presiden selaku Kepala
Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan
Ketua Mahkamah Agung.
(2)Terhadap pengusulan pemberhentian
sementara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1), berlaku juga
ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2).
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)
Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
paling
lama 6 (enam) bulan.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan
huruf f dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1a)
Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2)
Terhadap pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2).
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
|
22
|
(1)
Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti
dengan penahanan, dengan sendirinya
Hakim tersebut diberhentikan sementara
dari jabatannya.
(2)
Apabila seorang Hakim
dituntut di muka
Pengadilan dalam perkara
pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
tanpa ditahan, maka
ia dapat diberhentikan
sementara dari jabatannya.
|
Tidak Berubah
|
Tidak berubah
|
23
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata
cara pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian
tidak dengan hormat, dan
pemberhentian sementara serta
hak-hak pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
24
|
(1)
Kedudukan protokol Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
(2)
Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
|
Tidak Berubah
|
(1)
Kedudukan protokol hakim
pengadilan diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Selain mempunyai kedudukan
protokoler, hakim pengadilan berhak
memperoleh gaji pokok, tunjangan, biaya
dinas, pensiun dan
hak-hak lainnya.
(3)
Tunjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa:
a.
tunjangan jabatan; dan
b.
tunjangan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4)
Hak-hak lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.
rumah jabatan milik negara;
b.
jaminan kesehatan; dan
c.
sarana transportasi milik negara.
(5)
Hakim pengadilan diberi
jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai gaji pokok, tunjangan, dan
hak-hak lainnya beserta
jaminan keamanan bagi ketua,
wakil ketua, dan
hakimpengadilan diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
|
25
|
Ketua,
Wakil Ketua, dan
Hakim dapat ditangkap
atau ditahan hanya
atas
perintah
Jaksa Agung setelah
mendapat persetujuan Ketua
Mahkamah Agung dan
Menteri Agama, kecuali dalam hal :
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana
mati, atau
c.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
negara.
|
Ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah
mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati; atau
c.
disangka telah melakukan kejahatan terhadap keamanan negara.
|
Tidak Berubah
|
Paragraph 2 Panitera
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
26
|
(1)
Pada setiap Pengadilan
ditetapkan adanya Kepaniteraan yang
dipimpin oleh seorang Panitera.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya
Panitera Pengadilan Agama
dibantu oleh seorang Wakil
Panitera, beberapa orang
Panitera Muda, beberapa
orang Panitera Pengganti, dan beberapa orang Juru Sita.
(3)
Dlam melaksanakan tugasnya
Panitera Pengadilan Tinggi Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera,
beberapa orang Panitera Muda, dan
beberapa orang Panitera
Pengganti.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
27
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.
berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah atau sarjana muda
hukum yang menguasai hukum Islam;
f.
berpengalaman sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun sebagai Wakil Panitera atau 7 (tujuh)
tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil
Panitera Pengadilan Tinggi Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang
menguasai
hukum Islam;
f.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5
(lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil
panitera pengadilan tinggi agama; dan
g.
sehat jasmani dan rohani.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah sarjana syari’ah,
sarjana hukum Islam, atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5
(lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan
agama, atau menjabat
wakil panitera pengadilan
tinggi agama; dan
g.
mampu secara rohani
dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
|
28
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
dan d;
b.
berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam;
c.
berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat)
tahun sebagai Wakil Panitera atau 8 (delapan) tahun sebagai
Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera
Pengadilan Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf g;
b.
berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum Islam;
c.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5
(lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga)
tahun sebagai panitera pengadilan agama.
|
Tidak Berubah
|
29
|
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil
Panitera Pengadilan Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
d, dan
e;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun sebagai
Panitera Muda
atau 6 (enam) tahun sebagai Panitera
Pengganti Pengadilan Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi wakil
panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau
4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama.
|
Tidak Berubah
|
30
|
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil
Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
dan d;
b.
berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam;
c.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 4 (empat)
tahun sebagai Panitera
Muda atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi
Agama, atau 4 (empat) tahun
sebagai Wakil Panitera
Pengadilan Agama, atau
menjabat Panitera Pengadilan Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi wakil
panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf g;
b.
berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam; dan
c.
berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda
pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan
tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama,
atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.
|
Untuk dapat
diangkat menjadi wakil
panitera pengadilan tinggi agama,
seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g;
b.
dihapus.
c.
berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda
pengadilan tinggi agama,
5 (lima) tahun sebagai
panitera muda pengadilan
tinggi agama, atau 3
(tiga) tahun sebagai
wakil panitera pengadilan agama,
atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.
|
31
|
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera
Muda Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
d, dan e;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan
Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera muda pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan agama.
|
Tidak Berubah
|
32
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
d, dan e;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan
Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun
sebagai Panitera Muda atau 8 (delapan)
tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil
Panitera Pengadilan Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera muda pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan tinggi agama, 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun
sebagai panitera pengganti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil
panitera pengadilan agama.
|
Tidak Berubah
|
33
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengganti Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
d, dan e;
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sebagai pegawai
negeri pada Pengadilan Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera pengganti pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun. Sebagai pegawai negeri
pada pengadilan agama.
|
Tidak Berubah
|
34
|
Untuk dapat
diangkat menjadi Panitera
Pengganti Pengadilan Tinggi
Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c,
d, dan e;
b.
berpengalaman sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sebagai Panitera
Pengganti Pengadilan Agama atau
10 (sepuluh) tahun sebagai
pegawai negeri pada Pengadilan Tinggi Agama.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
panitera pengganti pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan agama atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada
pengadilan tinggi agama.
|
Tidak Berubah
|
35
|
(1)
Kecuali ditentukan lain
oleh atau berdasarkan
undang-undang, Panitera tidak boleh merangkap menjadi wali,
pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia
bertindak sebagai Panitera.
(2)
Panitera tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)
Jabatan yang tidak
boleh dirangkap oleh Panitera selain
jabatan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1)
dan ayat (2)
diatur lebih lanjut
oleh Menteri Agama berdasarkan
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
|
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, panitera
tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan
dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
(2)
Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3)
Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh panitera selain jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Mahkamah Agung.
|
Panitera tidak boleh merangkap
menjadi:
a.
wali;
b.
pengampu;
c.
advokat; dan/atau
d.
pejabat peradilan yang lain.
|
36
|
Panitera, Wakil Panitera,
Panitera Muda, dan
Panitera Pengganti Pengadilan diangkat dan diberhentikan dari
jabatannya oleh Menteri Agama.
|
Panitera, wakil panitera, panitera
muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari
jabatannya oleh Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
37
|
Sebelum memangku jabatannya, Panitera, Wakil Panitera,
Panitera Muda, dan Panitera
Pengganti diambil sumpahnya menurut agama
Islam oleh Ketua
Pengadilan yang bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Demi Allah, saya
bersumpah bahwa saya,
untuk memperoleh jabatan
saya ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan
atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah
bahwa saya akan
setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila
sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945,
dan segala undang-undang serta
peraturan lain yang
berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya
senantiasa akan menjalankan
jabatan saya ini dengan jujur, seksama,
dan dengan tidak membeda-bedakan orang
dan akan berlaku
dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Panitera, Wakil
Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam
menegakkan hukum dan keadilan".
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, panitera, wakil panitera, panitera. muda,
dan panitera pengganti mengucapkan sumpah menurut agama Islam dihadapan ketua
pengadilan yang bersangkutan.
(2)
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah
bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau
pemberian.
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya
senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan
dengan tidak . membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
seorang panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, yang
berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan”.
|
Tidak Berubah
|
Paragraf 3 Juru Sita
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
38
|
Pada
setiap Pengadilan Agama
ditetapkan adanya Juru
Sita dan Juru
Sita Pengganti.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
38A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
Panitera, wakil
panitera, panitera muda,
dan panitera pengganti pengadilan
diberhentikan dengan hormat dengan alasan:
a.
meninggal dunia;
b.
atas permintaan sendiri secara tertulis;
c.
sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
d.
telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil panitera,
panitera muda, dan
panitera pengganti pengadilan agama;
e.
telah berumur 62
(enam puluh dua)
tahun bagi panitera, wakil
panitera, panitera muda,
dan panitera pengganti pengadilan
tinggi agama;
dan/atau
f.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
|
38B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
Panitera, wakil
panitera, panitera muda,
dan panitera pengganti
pengadilan diberhentikan tidak dengan
hormat dengan alasan:
a.
dipidana penjara karena
melakukan kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas pekerjaannya
terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35; dan/atau
f.
melanggar kode etik panitera.
|
39
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.
berijazah serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat atas;
f.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sebagai Juru
Sita Pengganti.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi Juru Sita
Pengganti, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c,
d, dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sebagai
pegawai negeri pada Pengadilan Agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
f.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita
pengganti; dan
g.
sehat jasmani dan rohani.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pengganti, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;
b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri
pada pengadilan agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat
menjadi juru sita,
seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah pendidikan menengah;
f.
berpengalaman paling singkat
3 (tiga) tahun sebagai juru sita pengganti; dan
g.
mampu secara rohani
dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi juru
sita pengganti, seorang calon
harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat
3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada
pengadilan agama.
|
40
|
(1)
Juru Sita diangkat
dan diberhentikan oleh
Menteri Agama atas
usul Ketua Pengadilan
Agama.
(2)
Juru Sita Pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan
Agama.
|
(1)
Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2)
Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan
yang bersangkutan.
|
Tidak Berubah
|
41
|
Sebelum memangku
jabatannya, Juru Sita
dan Juru Sita
Pengganti diambil sumpahnya
menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan Agama.
Bunyi sumpah adalah sebagai berikut
:
"Demi Allah,
saya bersumpah bahwa
saya, untuk memperoleh
jabatan saya ini, langsung atau
tidak langsung, dengan menggunakan nama
atau cara apa
pun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesusatu dalam jabatan ini, tidak
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah
bahwa saya akan
setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila
sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945,
dan segala undang-undang serta
peraturan lain yang
berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya
senantiasa akan menjalankan
jabatan saya ini dengan jujur, seksama,
dan dengan tidak membeda-bedakan orang
dan akan berlaku
dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
seperti layaknya bagi seorang Juru
Sita, Juru Sita Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, jurusita. atau jurusita pengganti wajib
mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang
bersangkutan.
(2)
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa
saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah, untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji
atau pemberian".
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya
senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan
dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam
menegakkan hukum dan keadilan".
|
Tidak Berubah
|
42
|
(1)
Kecuali ditentutakan lain oleh
atau berdasarkan undang-undang, Juru Sita
tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang
berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2)
Juru Sita tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)
Jabatan yang tidak boleh
dirangkap oleh Juru Sita selain
jabatan sebagaimana
yang
dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat
(2), diatur lebih
lanjut oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua
Mahkamah Agung.
|
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, jurusita
tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan
dengan perkara
yang di dalamnya ia sendiri
berkepentingan.
(2)
Jurusita tidak boleh merangkap advokat.
(3)
Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh
Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
Bagian Ketiga Sekretaris
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
43
|
Pada
setiap Pengadilan ditetapkan
adanya Sekretariat yang
dipimpin oleh seorang
Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
44
|
Panitera Pengadilan merangkap
Sekretaris Pengadilan.
|
Panitera pengadilan tidak merangkap
sekretaris pengadilan.
|
Dihapus
|
45
|
Untuk dapat
diangkat menjadi Wakil
Sekretaris Pengadilan Agama,
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.
berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah, atau sarjana muda
hukum yang menguasai hukum Islam atau sarjana muda administrasi;
f.
berpengalaman di bidang administrasi peradilan.
|
Untuk dapat diangkat menjadi
sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama
seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah paling rendah sarjana syari'ah atausarjana hukum yang
menguasai hukum Islam;
f.
berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
g.
sehat jasmani dan rohani.
|
Untuk dapat
diangkat menjadi sekretaris
dan wakil sekretaris pengadilan
agama, seorang calon
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e.
berijazah sarjana syari’ah,
sarjana hukum Islam, sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam, atau
sarjana administrasi;
f.
berpengalaman paling singkat
2 (dua) tahun
di bidang administrasi peradilan; dan
g.
mampu secara rohani
dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
|
46
|
Untuk dapat
diangkat menjadi Wakil
Sekretaris Pengadilan Tinggi
Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, b, c,
d, dan f;
b.
berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam.
|
Dihapus
|
Untuk dapat
diangkat menjadi sekretaris
dan wakil sekretaris pengadilan
tinggi agama, seorang
calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.
syarat-syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf g; dan
b.
berpengalaman paling singkat
4 (empat) tahun
di bidang administrasi peradilan.
|
47
|
Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
|
Sekretaris dan wakil sekretaris
pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
48
|
Sebelum memangku jabatannya Wakil Sekretaris
diambil sumpahnya menurut agama
Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai
berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah :
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
bahwa saya,
akan mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada
saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab;
bahwa saya, akan senantiasa
menjunjung tinggi kehormatan negara,
Pemerintah, dan martabat Wakil
Sekretaris serta akan
senantiasa mengutamakan
kepentingan negara daripada
kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa saya,
akan memegang rahasia
sesuatu yang menurut
sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya,
akan bekerja dengan
jujur, tertib, cermat,
dan bersemangat untuk
kepentingan negara".
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil sekretaris
mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang
bersangkutan.
(2)
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah
bahwa saya, untuk diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan setia dan
taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah.
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran,
dan tanggung jawab".
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, martabat
sekretaris/wakil sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan".
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan memegang rahasia . sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus
saya rahasiakan".
"Saya bersumpah bahwa saya,
akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara".
|
Tidak Berubah
|
BAB III
KEKUASAAN PENGADILAN
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
49
|
(1)
Pengadilan Agama bertugas
dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam
di bidang:
a.
perkawinan;
b.kewarisan, wasiat, dan hibah, yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c.
wakaf dan shadaqah.
(2)
Bidang perkawinan sebagaimana
yang dimaksud dalam
ayat (1) huruf
a ialah hal-hal yang
diatur dalam atau
berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
(3)
Bidang kewarisan sebagaimana
yang dimaksud dalam
ayat (1) huruf
b ialah
penentuan siapa-siapa
yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai
harta peninggalan,
penentuan bagian masing-masing ahli
waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut.
|
Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.
perkawinan;
b.
warta;
c.
wasiat;
d.
hibah;
e.
wakaf;
f.
zakat;
g.
infaq;
h.
shadaqah; dan
i.
ekonomi syari'ah.
|
Tidak Berubah
|
50
|
Dalam hal
terjadi sengketa mengenai
hak milik atau
keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa
tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum.
|
(1)
Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut
harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak
milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara
orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh
pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
|
Tidak Berubah
|
51
|
(1)
Pengadilan Tinggi Agama
bertugas dan berwenang
mengadili perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat banding.
(2)
Pengadilan Tinggi Agama
juga bertugas dan
berwenang mengadili di
tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
52
|
(1)
Pengadilan dapat
memberikan keterangan, pertimbangan, dan
nasihat tentang hukum Islam
kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
(2)
Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49
dan Pasal 51, Pengadilan
dapat diserahi tugas
dan kewenangan lain
oleh atau berdasarkan
undang-undang.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
52A
|
Tidak Ada
|
Pengadilan agama memberikan istbat
kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
|
Tidak Berubah
|
53
|
(1)
Ketua Pengadilan mengadakan
pengawasan atas pelaksanaan
tugas dan
tingkah laku Hakim, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
(2)
Selain tugas sebagaimana
yang dimaksud dalam
ayat (1), Ketua
Pengadilan Tinggi Agama di daerah
hukumnya melakukan pengawasan
terhadap jalannya
peradilan di tingkat
Pengadilan Agama dan
menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama
dan sewajarnya.
(3)
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2),
Ketua Pengadilan dapat
memberikan petunjuk, teguran, dan
peringatan, yang dipandang perlu.
(4)
Pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ayat (2), dan ayat
(3), tidak boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus
perkara.
|
Tidak Berubah
|
(1)
Ketua pengadilan melakukan pengawasan
atas pelaksanaan tugas hakim.
(2)
Ketua pengadilan selain
melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
juga mengadakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di
daerah hukumnya.
(3)
Selain tugas melakukan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2), ketua pengadilan tinggi
agama di daerah
hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat
pengadilan agama dan
menjaga agar
peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya.
(4)
Dalam melakukan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat
(2), ketua pengadilan dapat
memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang
perlu.
(5)
Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat
(3), tidak boleh
mengurangi kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
|
BAB IV
HUKUM ACARA
Bagian Pertama Umum
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
54
|
Hukum Acara yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum
Acara Perdata yang
berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
55
|
Tiap
pemeriksaan perkara di
Pengadilan dimuali sesudah
diajukannya suatu
permohonan atau gugatan
dan pihak-pihak yang
berperkara telah dipanggil
menurut ketentuan yang berlaku.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
56
|
(1)
Pengadilan tidak boleh menolak
untuk memeriksa dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan
dalih bahwa hukum
tidak atau kurang
jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya.
(2)
Ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat
(1) tidak menutup
kemungkinan usaha penyelesaian
perkara secara damai.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
57
|
(1)
Peradilan dilakukan DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA.
(2)
Tiap penetapan dan
putusan dimulai dengan
kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
diikuti dengan DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
(3)
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
58
|
(1)
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2)
Pengadilan membantu para
pencari keadilan dan
berusaha sekeras-kerasnya
mengatasi segala
hambatan dan rintangan
untuk tercapainya peradilan
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
59
|
(1)
Sidang pemeriksaan Pengadilan
terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain
atau jika Hakim
dengan alasan-alasan penting
yang dicatat dalam berita
acara sidang,
memerintahkan bahwa pemeriksaan
secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang
tertutup.
(2)
Tidak terpenuhinya ketentuan
sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) mengakibatkan seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau
putusannya batal
menurut hukum.
(3)
Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
60
|
Penetapan dan putusan Pengadilan
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
60A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam memeriksa dan
memutus perkara, hakim harus
bertanggung jawab atas
penetapan dan putusan yang
dibuatnya.
(2)
Penetapan dan putusan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memuat pertimbangan hokum hakim
yang didasarkan pada
alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.
|
60B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Setiap orang yang
tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
(2)
Negara menanggung biaya
perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
(3)
Pihak yang tidak
mampu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus melampirkan surat
keterangan
tidak mampu
dari kelurahan tempat
domisili yang bersangkutan.
|
60C
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk
pencari keadilan yang
tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
(2)
Bantuan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diberikan secara cuma-cuma
kepada semua tingkat
peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3)
Bantuan hukum dan
pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan.
|
61
|
Atas penetapan dan putusan
Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali
apabila undang-undang menentukan lain.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
62
|
(1)
Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus memuat
alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga
harus memuat pasal-pasal
tertentu dari peraturan-peraturan yang
bersangkutan atau sumber
hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
(2)
Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangai oleh Ketua dan
Hakim-hakim yang memutus serta Panitera yang ikut bersidang pada waktu
penetapan dan putusan itu diucapkan.
(3)
Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua dan
Panitera yang bersidang.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
63
|
Atas penetapan dan putusan
Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh
pihak yang berperkara
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
64
|
Penetapan dan
putusan Pengadilan yang
dimintakan banding atau
kasasi, pelaksanaannya
ditunda demi hukum,
kecuali apabila dalam
amarnya menyatakan
penetapan atau putusan
tersebut dapat dijalankan
lebih dahulu meskipun
ada perlawanan, banding, atau kasasi.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
64A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pengadilan wajib memberikan
akses kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya
perkara dalam proses persidangan.
(2)
Pengadilan wajib menyampaikan salinan
putusan kepada para pihak
dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja
sejak putusan diucapkan.
(3)
Apabila pengadilan tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2),
ketua pengadilan dikenai sanksi
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
Bagian Kedua Pemeriksaan Sengketa Perkawinan
Paragaraf 1 Umum
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
65
|
Perceraian hanya
dapat dilakukan di
depan sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Paragraf 2 Cerai Talak
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
66
|
(1)
Seorang suami yang
beragama Islam yang
akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan
kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang
guna
menyaksikan ikrar talak.
(2)
Permohonan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat
(1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon
dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman yang ditentukan
bersama tanpa izin pemohon.
(3)
Dalam hal termohon
bertempat kediaman di
luar negeri, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman pemohon.
(4)
Dalam hal pemohon
dan termohon bertempat
kediaman di luar
negeri, maka permohonan diajukan
kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan
mereka dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
(5)
Permohonan soal penguasaan
anak, nafkah anak,
nafkah istri, dan
harta bersama suami istri
dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak ataupun
sesudah ikrar talak diucapkan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
67
|
Permohonan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 66 di atas memuat:
a.
nama, umur, dan tempat kediaman
pemohon, yaitu suami, dan termohon,
yaitu istri;
b.
alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
68
|
(1)
Pemeriksaan permohonan cerai
talak dilakukan oleh Majelis Hakim
selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah berkas atau surat permohonan cerai talak
didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)
Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
69
|
Dalam pemeriksaan
perkara cerai talak
ini berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan
Pasal 83.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
70
|
(1)
Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan
telah cukup alasan
perceraian, maka Pengadilan menetapkan
bahwa permohonan tersebut
dikabulkan.
(2)
Terhadap penetapan sebagaimana
yang dimaksud dalam
ayat (1), istri
dapat mengajukan banding.
(3)
Setelah penetapan tersebut
memperoleh kekuatan hukum
tetap, Pengadilan
menentukan hari sidang
penyaksian ikrar talak,
dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri
sidang tersebut.
(4)
Dalam sidang itu
suami atau wakilnya yang
diberi kuasa khusus
dalam suatu akta otentik
untuk mengucapkan ikrar
talak, mengucapkan ikrar
talak yang dihadiri oleh istri
atau kuasanya.
(5)
Jika istri telah mendapat panggilan
secara sah atau
patut, tetapi tidak
datang menghadap sendiri atau
tidak mengirim wakilnya,
maka suami atau
wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau
wakilnya.
(6)
Jika suami dalam tenggang waktu
6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari
sidang
penyaksian ikrar
talak, tidak datang menghadap sendiri
atau tidak mengirim
wakilnya meskipun
telah mendapat panggilan secara
sah atau patut
maka gugurlah kekuatan penetapan
tersebut, dan perceraian tidak
dapat diajukan lagi berdasarkan alasan
yang sama.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
71
|
(1)
Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar
talak.
(2)
Hakim membuat penetapan yang
isinya menyatakan bahwa perkawinan
putus sejak ikrar talak
diucapkan dan penetapan
tersebut tidak dapat
dimintakan banding atau kasasi.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
72
|
Terhadap penetapan
sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 71
berlaku ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 84
ayat (1), ayat
(2), ayat (3),
dan ayat (4),
serta Pasal 85.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Paragraf 3 Cerai Gugat
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
73
|
(1)
Gugatan perceraian diajukan oleh
istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin tergugat.
(2)
Dalam hal penggugat
bertempat kediaman di
luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman tergugat.
(3)
Dalam hal penggugat
dan tergugat bertempat
kediaman di luar
negeri, maka gugatan diajukan
kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi
tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama
Jakarta Pusat.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
74
|
Apabila gugatan perceraian
didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk
memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan
salinan putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara disertai
keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu
telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
75
|
Apabila gugatan
perceraian didasarkan atas
alasan bahwa tergugat mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami, maka Hakim
dapat memerintahkan tergugat
untuk memeriksakan diri kepada dokter.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
76
|
(1)
Apabila gugatan perceraian
didasarkan atas alasan
syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan
perceraian harus didengar
keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang
yang dekat dengan suami istri.
(2)
Pengadilan setelah mendengar
keterangan saksi tentang
sifat persengketaan antara suami
istri dapat mengangkat seorang
atau lebih dari
keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
77
|
Selama berlangsungnya gugatan
perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan
pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami
istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
78
|
Selama berlangsungnya gugatan
perceraian, atas permohonan
penggugat, Pengadilan dapat:
a.
menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
b.
menentukan hal-hal yang
perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan
anak;
c.
menentukan hal-hal yang
perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang
yang menjadi hak
bersama suami istri
atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi
hak istri.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
79
|
Gugatan perceraian
gugur apabila suami
atau istri meninggal sebelum
adanya putusan Pengadilan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
80
|
(1)
Pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan oleh Majelis
Hakim selambat-
lambatnya 30
(tiga puluh) hari
setelah berkas atau
surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
81
|
(1)
Putusan Pengadilan mengenai
gugatan perceraian diucapkan
dalam sidang terbuka untuk
umum.
(2)
Suatu perceraian dianggap
terjadi beserta segala
akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
82
|
(1)
Pada sidang pertama
pemeriksaan gugatan perceraian,
Hakim berusaha mendamaikan
kedua pihak.
(2)
Dalam sidang perdamaian
tersebut, suami istri
harus datang secara
pribadi,
kecuali apabila
salah satu pihak
bertempat kediaman di
luar negeri, dan
tidak dapat datang menghadap
secara pribadi dapat
diwakili oleh kuasanya
yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3)
Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang
perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.
(4)
Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang
pemeriksaan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
83
|
Apabila tercapai
perdamaian, maka tidak
dapat diajukan gugatan
perceraian
baru
berdasarkan alasan yang
ada dan telah
diketahui oleh penggugat
sebelum
perdamaian tercapai.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
84
|
(1)
Panitera Pengadilan atau
pejabat Pengadilan yang
ditunjuk berkewajiban
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan
putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai
Pencatat Nikah yang
wilayahnya meliputi tempat
kediaman penggugat dan
tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar
yang.disediakan untuk itu.
(2)
Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah
Pegawai Pencatat Nikah tempat
perkawinan dilangsungkan, maka
satu helai salinan putusan sebagaimana
yang dimaksud dalam
ayat (1) yang
telah memperoleh kekuatan
hukum tetap tanpa
bermeterai dikirimkan pula
kepada Pegawai Pencatat Nikah di
tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut
dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
(3)
Apabila perkawinan dilangsungkan di
luar negeri, maka
satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan pula kepada
Pegawai Pencatat Nikah
di tempat didaftarkannya perkawinan
mereka di Indonesia.
(4)
Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai
kepada
para
pihak selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari terhitung
setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap
tersebut diberitahukan kepada para pihak.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
85
|
Kelalaian pengiriman salinan putusan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
84, menjadi tanggung jawab Panitera
yang bersangkutan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang
demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau
keduanya.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
86
|
(1)
Gugatan soal penguasaan
anak, nafkah anak, nafkah istri,
dan harta bersama suami istri
dapat diajukan bersama-sama dengan
gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2)
Jika ada tuntutan
pihak ketiga, maka
Pengadilan menunda terlebih
dahulu perkara harta bersama
tersebut sampai ada
putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap tentang hal itu.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Paragraf 4 Cerai Dengan Alasan Zina
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
87
|
(1)
Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu
pihak
melakukan zina,
sedangkan pemohon atau
penggugat tidak dapat melengkapi
bukti-bukti dan termohon atau
tergugat menyanggah alasan tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan
atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta
upaya peneguhan alat
bukti tidak mungkin lagi
diperoleh baik dari pemohon atau
penggugat maupun dari
termohon atau tergugat,
maka Hakim karena jabatannya
dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
(2)
Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan
sanggahannya dengan cara yang sama.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
88
|
(1)
Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1)
dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan cara
li'an.
(2)
Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1)
dilakukan oleh istri maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang
berlaku.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Bagian Ketiga Biaya Perkara
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
89
|
(1)
Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau
pemohon.
(2)
Biaya perkara penetapan
atau putusan Pengadilan
yang bukan merupakan penetapan atau
putusan akhir akan
diperhitungkan dalam penetapan
atau putusan akhir.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
90
|
(1)
Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a.
biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara
itu;
b.
biaya untuk para
saksi, saksi ahli,
penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam
perkara itu;
c.
biaya yang diperlukan untuk
melakukan pemeriksaan setempat
dan tindakan-tindakan lain yang
diperlukan oleh Pengadilan
dalam perkara itu;
d.
biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan
lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkenaan dengan
perkara itu.
(2)
Besarnya biaya perkara
diatur oleh Menteri
Agama dengan persetujuan Mahkamah Agung.
|
(1)
Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a.
biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara
tersebut;
b.
biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan
sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut;
c.
biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan
tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut; dan
d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan
lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.
(2)
Besarnya biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
91
|
(1)
Jumlah biaya perkara
sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 90
harus dimuat dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.
(2)
Jumlah biaya yang
dibebankan oleh Pengadilan
kepada salah satu
pihak berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam perkara itu, harus
dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
91A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan agama dapat menarik biaya
perkara.
(2)
Penarikan biaya perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib disertai
dengan tanda bukti pembayaran yang sah.
(3)
Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara.
(4)
Biaya kepaniteraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
merupakan penerimaan negara
bukan pajak, yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5)
Biaya proses penyelesaian perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada pihak atau
para pihak yang
berperkara yang ditetapkan
oleh Mahkamah Agung.
(6) Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas penarikan biaya
perkara sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1), diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
|
91B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Setiap pejabat peradilan
dilarang menarik biaya selain biaya
perkara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91A ayat (3).
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi pemberhentian tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan
Pasal 38B.
|
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
92
|
Ketua Pengadilan mengatur pembagian
tugas para Hakim.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
93
|
Ketua Pengadilan membagikan semua
berkas perkara dan atau surat-surat
lain yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan
kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
94
|
Ketua Pengadilan menetapkan perkara
yang harus diadili
berdasarkan nomor urut, tetapi
apabila terdapat perkara
tertentu yang karena
menyangkut kepentingan umum
harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
95
|
Ketua Pengadilan wajib mengawasi
kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
96
|
Panitera Pengadilan bertugas
menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas Wakil Panitera,
Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
97
|
Panitera, Wakil
Panitera, Panitera Muda,
dan Panitera Pengganti
bertugas
membantu Hakim dengan menghadiri dan
mencatat jalannya sidang Pengadilan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
98
|
Panitera bertugas melaksanakan
penetapan atau putusan Pengadilan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
99
|
(1)
Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di
Kepaniteraan.
(2)
Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap
perkara diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
100
|
Panitera membuat salinan atau
turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
101
|
(1)
Panitera bertanggung jawab
atas pengurusan berkas
perkara, penetapan atau putusan, dokumen,
akta, buku daftar,
biaya perkara, uang
titipan pihak ketiga, surat-surat berharga,
barang bukti, dan
surat-surat lain yang
disimpan di Kepaniteraan.
(2)
Semua daftar, catatan,
risalah, berita acara,
serta berkas perkara
tidak boleh dibawa keluar
dari ruangan Kepaniteraan, kecuali
atas izin Ketua
Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
(3)
Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau turunan penetapan atau putusan, risalah,
berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
102
|
Tugas dan tanggung jawab serta tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
103
|
(1)
Juru Sita bertugas :
a. melaksanakan semua perintah yang
diberikan oleh Ketua Sidang;
b.
menyampaikan
pengumuman-pengumuman,
teguran-teguran, dan
pemberitahuan penetapan atau
putusan Pengadilan menurut
cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang,
c.
melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan;
d.
membuat berita acara
penyitaan, yang salinan
resminya diserahkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
(2)
Juru Sita berwenang melakukan tugasnya
di daerah hukum
Pengadilan yang Bersangkutan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
104
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaksanaan
tugas Juru Sita
diatur oleh
Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
105
|
(1)
Sekretaris Pengadilan bertugas
menyelenggarakan administrasi umum
Pengadilan.
(2)
Tugas serta tanggung
jawab, susunan organisasi,
dan tata kerja
Sekretariat diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.
|
(1)
Sekretaris pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum
pengadilan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan
organisasi, dan tata kerja sekretariat diatur oleh Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
106
|
Pada saat mulai berlakunya
Undang-undang ini;
1.
semua Badan Peradilan
Agama yang telah
ada dinyatakan sebagai
Badan Peradilan Agama menurut Undang-undang ini;
2. semua
peraturan pelaksanaan yang
telah ada mengenai
Peradilan Agama dinyatakan
tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-undang ini belum
dikeluarkan, sepanjang peraturan
itu tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
106A
|
Tidak Ada
|
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku peraturan perundang-undangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
|
Tidak Berubah
|
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
107
|
(1)
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
a.
Peraturan tentang Peradilan
Agama di Jawa
dan Madura (Staatsblad Tahun 1882
Nomor 152 dan
Staatsblad Tahun 1937
Nomor 116 dan Nomor 610);
b.
Peraturan tentang Kerapatan
Qadi dan Kerapatan
Qadi Besar untuk sebagian Residensi
Kalimantan Selatan dan
Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan Nomor 639);
c.
Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1957
tentang Pembentukan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah
di luar Jawa
dan Madura (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 99), dan d.
Ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal
63 ayat (2) Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3019), dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 236 a Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB),
Staatsblad Tahun 1941
Nomor 44, mengenai permohonan pertolongan pembagian
harta peninggalan di luar sengketa
antara orang-orang yang beragama
Islam yangdilakukan berdasarkan
hukum Islam, diselesaikan oleh
Pengadilan Agama.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
108
|
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang no.
3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Desember 1989
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Desember 1989
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
MOERDIONO
|
Pasal II
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di
Jakarta,
Pada Tanggal 20
Maret 2006
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di
Jakarta,
Pada Tanggal 20
Maret 2006
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 22
|
Pasal II
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya
dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Oktober 2009
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Oktober 2009
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 159
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar