Pasal
|
Undang-undang
no. 7 tahun 1989
|
Undang-undang
no. 3 tahun 2006
|
Undang-undang
no. 50 tahun 2009
|
11
|
(1)
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
(2)
Syarat dan tata
cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-undang
ini.
|
(1)
Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan
kehakiman.
(2)
Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan
tugas hakim
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
|
Tidak Berubah
|
12
|
(1)
Pembinaan dan pengawasan
umum terhadap Hakim
sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Agama.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara.
|
(1)
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
(2)
Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.”
|
|
12A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pengawasan internal atas
tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Selain pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
untuk menjaga dan
menegakkan
kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, pengawasan
eksternal atas perilaku
hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.
|
12B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Hakim harus memiliki
integritas dan kepribadian tidak tercela,
jujur, adil, profesional,
bertakwa, dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di
bidang
hukum.
(2)
Hakim wajib menaati
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
|
12C
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melakukan pengawasan hakim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12, Komisi Yudisial melakukan koordinasi dengan
Mahkamah Agung.
(2)
Dalam hal terdapat
perbedaan antara hasil pengawasan internal
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan hasil pengawasan
eksternal yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial, pemeriksaan
dilakukan bersama
oleh Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial.
|
12D
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
eksternal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12A ayat
(2), Komisi Yudisial mempunyai
tugas melakukan
pengawasan terhadap
perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
(2)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial berwenang:
a.
menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau
informasi tentang dugaan pelanggaran
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
b.
memeriksa dan memutus dugaan
pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c.
dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d.
menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan di bawah
Mahkamah Agung atas
dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim;
e.
melakukan verifikasi terhadap
pengaduan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf d;
f.
meminta keterangan atau
data kepada Mahkamah Agung
dan/atau pengadilan;
g.
melakukan pemanggilan dan
meminta keterangan dari hakim yang
diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk kepentingan
pemeriksaan; dan/atau
h.
menetapkan keputusan berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b.
|
12E
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12A, Komisi Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib:
a.
menaati norma dan
peraturan perundang-undangan;
b.
menaati Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim; dan
c.
menjaga kerahasiaan keterangan
atau informasi yang diperoleh.
(2)
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa
dan memutus perkara.
(4)
Ketentuan mengenai pengawasan
eksternal dan pengawasan internal
hakim diatur dalam undang-undang.
|
12F
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
Dalam rangka
menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial
dapat menganalisis putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagai
dasar
rekomendasi untuk melakukan
mutasi hakim.
|
13
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada
Pengadilan Agama, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.
bukan bekas anggota
organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia,
termasuk organisasi massanya
atau bukan seseorang
yang terlibat langsung ataupun
tak langsung dalam
"Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi
terlarang yang lain;
f.
pegawai negeri;
g.
sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
h.
berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
i.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi Ketua dan
Wakil Ketua Pengadilan
Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorang
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e.
sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.
sehat jasmani dan rohani;
g.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h.
bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia
termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal
dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah
25 (dua puluh lima) tahun.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama
harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim
pengadilan agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat
sebagai hakim pengadilan agama, seseorang
harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
sarjana syari’ah, sarjana
hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f.
lulus pendidikan hakim;
g.
mampu secara rohani
dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
h.
berwibawa, jujur, adil,
dan berkelakuan tidak tercela;
i.
berusia paling rendah
25 (dua puluh
lima) tahun dan paling
tinggi 40 (empat
puluh) tahun; dan
j.
tidak pernah dijatuhi
pidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan
pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi ketua atau
wakil ketua pengadilan agama,
hakim harus berpengalaman paling
singkat 7 (tujuh)
tahun sebagai hakim pengadilan agama.
|
13A
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Pengangkatan hakim pengadilan
agama dilakukan melalui proses
seleksi yang transparan,
akuntabel, dan partisipatif.
(2)
Proses seleksi pengangkatan hakim
pengadilan agama dilakukan bersama
oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial.
|
13B
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
(1)
Untuk dapat diangkat
sebagai hakim ad
hoc, seseorang harus memenuhi
syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1),
kecuali huruf e dan huruf f.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat
(1) huruf c
tetap berlaku kecuali
undang-undang menentukan lain.
(3)
Tata cara pelaksanaan
ketentuan ayat (1)
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
14
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
a, b, c, d, e, f, g, dan i;
b.
berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sebagai Ketua atau Wakil
Ketua Pengadilan Agama
atau 15 (lima
belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi Ketua Pengadilan
Tinggi Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua
Pengadilan Agama.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama
diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tinggi Agama atau, sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama
yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang
hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf
c, huruf d, huruf e, huruf g, dan
huruf h;
b.
berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c.
pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua,
pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama;
dan
d.
lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)
Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus
berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat ketua pengadilan agama.
(3)
Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus
berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat ketua pengadilan agama.
|
(1)
Untuk dapat diangkat
menjadi hakim pengadilan tinggi agama,
seorang hakim harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf a,
huruf b, huruf
c, huruf d, huruf g, dan huruf j;
b.
berumur paling rendah
40 (empat puluh) tahun;
c.
berpengalaman paling singkat
5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua,
pengadilan agama,
atau
15 (lima belas)
tahun sebagai hakim pengadilan agama;
d.
lulus eksaminasi yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung; dan
e.
tidak pernah dijatuhi
sanksi pemberhentian sementara
akibat melakukan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
(2)
Untuk dapat diangkat
menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3
(tiga) tahun bagi
hakim pengadilan tinggi agama yang
pernah menjabat ketua
pengadilan agama.
(3)
Untuk dapat diangkat
menjadi wakil ketua pengadilan tinggi
agama harus berpengalaman paling singkat
4 (empat) tahun
sebagai hakim pengadilan tinggi
agama atau 2
(dua) tahun bagi hakim
pengadilan tinggi agama
yang pernah menjabat ketua
pengadilan agama.
|
15
|
(1)
Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara
atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2)
Ketua dan Wakil
Ketua Pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
|
(1)
Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua
Mahkamah Agung.
(2)
Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
|
(1)
Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden
atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a) Hakim
pengadilan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung dan/atau
Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b)
Usul pemberhentian hakim
yang dilakukan oleh Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1a)
hanya dapat dilakukan
apabila hakim yang bersangkutan melanggar
Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
(2)
Ketua dan wakil
ketua pengadilan diangkat
dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
|
16
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil
Ketua, dan Hakim
wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai
berikut :
"Demi Allah, saya bersumpah
bahwa saya, untuk memperoleh jabatan
saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada
siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapa pun juga
suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah bahwa saya akan setia
kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan
Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar
1945, dan segala Undang-undang serta
peraturan lain yang
berlaku bagi Negara
Republik
Indonesia".
"Saya bersumpah
bahwa saya senantiasa
akan menjalankan jabatan saya
ini dengan jujur, seksama,
dan dengan tidak membeda-bedakan orang
dan akan berlaku dalam
melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya
bagi seorang Ketua,
Wakil Ketua, Hakim
Pengadilan yang berbudi baik
dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(2)
Wakil Ketua dan
Hakim Pengadilan Agama
diambil sumpahnya oleh
Ketua Pengadilan Agama.
(3)
Wakil Ketua dan
Hakim Pengadilan Tinggi
Agama serta Ketua
Pengadilan
Agama diambil sumpahnya oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Agama.
(4)
Ketua Pengadilan Tinggi
Agama diambil sumpahnya
oleh Ketua Mahkamah
Agung.
|
(1)
Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan
wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam.
(2)
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
(3)
Wakil ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan
ketua pengadilan agama.
(4)
Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama serta ketua pengadilan
agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
(5)
Ketua pengadilan tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua
Mahkamah Agung.
|
Tidak Berubah
|
17
|
(1)
Kecuali ditentukan lain
oleh atau berdasarkan
undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
a.
pelaksana putusan Pengadilan;
b.
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya;
c.
pengusaha.
(2)
Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)
Jabatan yang tidak
boleh dirangkap oleh
Hakim selain jabatan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim
tidak boleh
merangkap menjadi:
a.
pelaksana putusan pengadilan;
b.
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya; atau
c.
pengusaha.
(2)
Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3)
Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Tidak Berubah
|
18
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena :
a.
permintaan sendiri;
b.
sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.
telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan Agama, dan
63 (enam puluh
tiga) tahun bagi
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama;
d.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim yang
meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan
dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden
selaku Kepala Negara.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya karena:
a.
permintaan sendiri;
b.
sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.
telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
d.
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
|
(1)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena:
a.
atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.
sakit jasmani atau
rohani secara terus-menerus;
c.
telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan agama, dan 67 (enam
puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim
pengadilan tinggi agama; atau
d.
ternyata tidak cakap
dalam menjalankan tugasnya.
(2)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan
yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya oleh Presiden.
|
19
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a.
dipidana karena bersalah melakukantindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
terus-menerus melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak
dengan hormat dengan
alasan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan e dilakukan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)
Pembentukan, susunan, dan
tata kerja Majelis
Kehormatan Hakim serta
tata cara pembelaan diri
ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung bersama-sama dengan Menteri Agama.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya
dengan alasan:
a.
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d.
melanggar sumpah jabatan; atau
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di
hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)
Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis
Kehormatan Hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh
Ketua Mahkamah Agung.
|
(1)
Ketua, wakil ketua,
dan hakim pengadilan
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan:
a.
dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama
3 (tiga) bulan;
d.
melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17; dan/atau
f.
melanggar Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)
Usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf
b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi
Yudisial.
(4)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf
c, huruf d,
dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5)
Usul pemberhentian dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.
(6)
Sebelum Mahkamah Agung
dan/atau KomisiYud isial mengajukan
usul pemberhentian karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk
membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7)
Majelis Kehormatan Hakim
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) diatur sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
|
20
|
Seorang Hakim
yang diberhentikan dari
jabatannya, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
|
Seorang hakim yang diberhentikan
dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
|
Dalam hal
ketua atau wakil
ketua pengadilan diberhentikan
dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim.
|
21
|
(1)
Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim sebelum
diberhentikan tidak dengan
hormat sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 19
ayat (1), dapat
diberhentikan sementara
dari jabatannya oleh
Presiden selaku Kepala
Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan
Ketua Mahkamah Agung.
(2)Terhadap pengusulan pemberhentian
sementara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1), berlaku juga
ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2).
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)
Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
paling
lama 6 (enam) bulan.
|
(1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan
huruf f dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1a)
Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2)
Terhadap pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2).
(3)
Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
|
22
|
(1)
Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti
dengan penahanan, dengan sendirinya
Hakim tersebut diberhentikan sementara
dari jabatannya.
(2)
Apabila seorang Hakim
dituntut di muka
Pengadilan dalam perkara
pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
tanpa ditahan, maka
ia dapat diberhentikan
sementara dari jabatannya.
|
Tidak Berubah
|
Tidak berubah
|
23
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata
cara pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian
tidak dengan hormat, dan
pemberhentian sementara serta
hak-hak pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Tidak Berubah
|
Tidak Berubah
|
24
|
(1)
Kedudukan protokol Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
(2)
Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
|
Tidak Berubah
|
(1)
Kedudukan protokol hakim
pengadilan diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Selain mempunyai kedudukan
protokoler, hakim pengadilan berhak
memperoleh gaji pokok, tunjangan, biaya
dinas, pensiun dan
hak-hak lainnya.
(3)
Tunjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa:
a.
tunjangan jabatan; dan
b.
tunjangan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4)
Hak-hak lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.
rumah jabatan milik negara;
b.
jaminan kesehatan; dan
c.
sarana transportasi milik negara.
(5)
Hakim pengadilan diberi
jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai gaji pokok, tunjangan, dan
hak-hak lainnya beserta
jaminan keamanan bagi ketua,
wakil ketua, dan
hakimpengadilan diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
|
25
|
Ketua,
Wakil Ketua, dan
Hakim dapat ditangkap
atau ditahan hanya
atas
perintah
Jaksa Agung setelah
mendapat persetujuan Ketua
Mahkamah Agung dan
Menteri Agama, kecuali dalam hal :
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana
mati, atau
c.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
negara.
|
Ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah
mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati; atau
c.
disangka telah melakukan kejahatan terhadap keamanan negara.
|
Tidak Berubah
|