Jumat, 27 April 2012

Teori Receptie & Receptie A Contrario

      Teori receptie diperkenalkan oleh Prof. Christhian Snouck Hurgronye. Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya bagi rakyat pribumi berlaku hukum adat. Hukum islam berlaku jika telah dierima oleh masyarakat sebagai hukum adat. teori ini dikemukakan agar orang-orang pribumi tidak memegang teguh ajaran islam karena dihawatirkan mereka akan sulit menerima pengaruh budaya barat. Hurgronye juga khawatir adanya pengaruh Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin al Afghani masuk ke Indonesia. Untuk mencegah hal itu terjadi, Hurgronye menyampaikan usulan kebijakannya terhadap Islam (Islam Policy) kepada pemerintah Hindia Belanda. Usulan ebijakan tersebut antara lain:
  • Dalam bidang agama, hendaknya pemerintah Hindia Belanda memberikan kebebasan sacara jujur dan penuh tanpa syarat bagi orang islam.
  • Dalam bidang Kemasyarakatan hendaknya pemerintah Hindia Belanda menghormati adat istiadat dan kebisaan rakyat yang berlaku.
  • Dalam bidang ketatanegaraan, mencegah tumbuhnya ideologi yang dapat membawa dan menumbuhkan gerakan Pan-Islamisme.
 Melalui kebijkan ini, hurgronye telah berhasil meminimlisasi hukum islam pada masyarakat indonesia.Teori ini berlaku hingga zaman kemerdekaan.
      teori receptie a contrario dikembangkan oleh Sayuti Thalib SH. Teori receptio a contrario seara harfiah berearti kebalikan dari teori receptie. Jika teori receptie mendahulukan hukum adat daripada hukum Islam, maka teori receptie a contrario mendahulukan hukum islam daripada hukum adat. dalam teori receptio hukum islam dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan hukum adat, sementara teori reeptie a contrario hukum adat dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan hukum islam.

Selasa, 24 April 2012

Undang-undang tentang Peradilan Agama


 UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA
(UU NO. 7 TAHUN 1989 - UU NO. 3 TAHUN 2006 - UU NO.50 TAHUN 2009)

BAB  I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama Pengertian
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1.  Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
 2.  Pengadilan  adalah  Pengadilan  Agama  dan  Pengadilan  Tinggi  Agama  di  lingkungan Peradilan Agama.
 3.  Hakim  adalah  Hakim  pada  Pengadilan  Agama  dan  Hakim  pada  Pengadilan
Tinggi Agama.
 4.  Pegawai Pencatat Nikah  adalah Pegawai Pencatat Nikah  pada Kantor Urusan
Agama.
 5.  Juru  Sita  dan  atau  Juru  Sita  Pengganti  adalah  Juru  Sita  dan  atau  Juru  Sita Pengganti pada Pengadilan Agama.


Tidak Berubah
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang
yang beragama Islam.
2.  Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan
tinggi agama di lingkungan peradilan agama. 
3.  Hakim  adalah  hakim  pada  pengadilan  agama  dan  hakim pada pengadilan tinggi agama.
4.  Pegawai  Pencatat  Nikah  adalah  pegawai  pencatat nikah pada kantor urusan agama.
5.  Juru Sita dan/atau Juru Sita Pengganti adalah juru sita  dan/atau  juru  sita  pengganti  pada  pengadilan
agama.
6.  Mahkamah  Agung  adalah  salah  satu  pelaku kekuasaan  kehakiman  sebagaimana  dimaksud dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945. 
7.  Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud  dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8.  Pengadilan  Khusus  adalah  pengadilan  yang mempunyai  kewenangan  untuk  memeriksa, mengadili,  dan  memutus  perkara  tertentu  yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu  lingkungan badan  peradilan  yang  berada  di  bawah Mahkamah Agung  yang diatur dalam undang-undang.
9.  Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki  keahlian  dan  pengalaman  di  bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu  perkara  yang  pengangkatannya  diatur  dalam undang-undang.

Bagian Kedua Kedudukan
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
2
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama  Islam mengenai perkara perdata  tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini.
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam  Undang-Undang ini.

Tidak Berubah
3
(1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh :
 a.  Pengadilan Agama;
b.  Pengadilan Tinggi Agama.
 (2)  Kekuasaan  Kehakiman  di lingkungan  Peradilan  Agama berpuncak  pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
3A
Tidak Ada
Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
(1)  Di  lingkungan  peradilan  agama dapat  dibentuk pengadilan  khusus    yang  diatur  dengan  undang-undang.
 (2)  Peradilan  Syari’ah  Islam  di Provinsi  Nanggroe  Aceh Darussalam  merupakan  pengadilan  khusus  dalam
lingkungan  peradilan  agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,  dan  merupakan  pengadilan  khusus  dalam
lingkungan  peradilan  umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
(3) Pada  pengadilan  khusus  dapat diangkat  hakim  ad hoc  untuk  memeriksa,  mengadili,  dan  memutus
perkara,  yang  membutuhkan  keahlian  dan pengalaman  dalam  bidang tertentu  dan  dalam jangka waktu tertentu.
(4)  Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan, dan  pemberhentian  serta  tunjangan  hakim  ad  hoc diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga Tempat Kedudukan
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
4
(1)  Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan  daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.

(2)  Pengadilan  Tinggi  Agama berkedudukan  di  Ibukota  propinsi,  dan  daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi.
(1)  Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
(2)  Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya  meliputi wilayah provinsi.


Tidak Berubah

Bagian Keempat Pembinaan
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
5
(1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
 (2)Pembinaan  organisasi, administrasi,  dan  keuangan  Pengadilan  dilakukan  oleh Menteri Agama.
 (3)  Pembinaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(1)  Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)  Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Tidak Berubah

BAB II
SUSUNAN PENGADILAN
Bagian pertama Umum
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
6
Pengadilan terdiri dari :
1.  Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama;
2.  Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
7
Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
8
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk dengan Undang-undang.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
9
(1)  Susunan  Pengadilan  Agama  terdiri  dari  Pimpinan,  Hakim  Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
 (2)  Susunan  Pengadilan  Tinggi  Agama  terdiri  dari  Pimpinan,  Hakim  Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
10
(1)  Pimpinan  Pengadilan  Agama  terdiri  dari  seorang  Ketua  dan seorang  Wakil Ketua.
 (2)  Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua.
 (3)  Hakim Anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah Hakim Tinggi.

Tidak Berubah

Tidak Berubah




Bagian Kedua (Ketua, Wakil Ketua, Panitera, dan Juru Sita)
Paragraph 1 (Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim)
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
11
(1)  Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
 (2)  Syarat  dan  tata  cara  pengangkatan,  pemberhentian  serta pelaksanaan  tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-undang ini.
(1)  Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman.
(2)  Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Tidak Berubah
12
(1)  Pembinaan  dan  pengawasan  umum  terhadap  Hakim  sebagai  pegawai  negeri dilakukan oleh Menteri Agama.
 (2)  Pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)  tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(1)  Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)  Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.”

12A

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Pengawasan  internal  atas  tingkah  laku  hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)  Selain  pengawasan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1),  untuk  menjaga  dan  menegakkan
kehormatan,  keluhuran  martabat,  serta  perilaku hakim,  pengawasan  eksternal  atas  perilaku  hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.
12B

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Hakim  harus  memiliki  integritas  dan  kepribadian tidak  tercela,  jujur,  adil, profesional, bertakwa, dan berakhlak  mulia,  serta berpengalaman  di  bidang
hukum.
(2)  Hakim  wajib  menaati  Kode  Etik  dan  Pedoman Perilaku Hakim.
12C

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Dalam melakukan pengawasan hakim  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  12,  Komisi  Yudisial melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung.
(2)  Dalam  hal  terdapat  perbedaan  antara  hasil pengawasan  internal  yang  dilakukan  oleh Mahkamah  Agung  dan  hasil  pengawasan  eksternal yang  dilakukan  oleh  Komisi  Yudisial,  pemeriksaan
dilakukan  bersama  oleh  Mahkamah  Agung  dan Komisi Yudisial.
12D
Tidak Ada
Tidak Ada
(1)  Dalam  melaksanakan  pengawasan  eksternal sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  12A  ayat  (2), Komisi  Yudisial  mempunyai  tugas  melakukan
pengawasan  terhadap  perilaku  hakim  berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)  Dalam  melaksanakan  pengawasan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial berwenang:
a.  menerima  dan  menindaklanjuti  pengaduan masyarakat  dan/atau  informasi  tentang dugaan  pelanggaran  Kode  Etik  dan  Pedoman Perilaku Hakim;
b.  memeriksa  dan memutus  dugaan  pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c.  dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d.  menerima  dan  menindaklanjuti  pengaduan Mahkamah  Agung  dan  badan-badan  peradilan di  bawah  Mahkamah  Agung  atas  dugaan pelanggaran  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku Hakim;
e.  melakukan  verifikasi  terhadap  pengaduan sebagaimana  dimaksud  dalam  huruf  a  dan huruf d;
f.  meminta  keterangan  atau  data  kepada Mahkamah Agung dan/atau pengadilan;
g.  melakukan  pemanggilan  dan  meminta keterangan dari hakim  yang diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk kepentingan pemeriksaan; dan/atau
h.  menetapkan  keputusan  berdasarkan  hasil pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud  dalam huruf b.
12E

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Dalam  melaksanakan  pengawasan  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  12A,  Komisi  Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib:
a.  menaati  norma  dan  peraturan  perundang-undangan;
b.  menaati  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku Hakim; dan 
c.  menjaga  kerahasiaan  keterangan  atau informasi yang diperoleh.
(2)  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku  Hakim sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(3)  Pelaksanaan  tugas  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1)  tidak  boleh  mengurangi  kebebasan  hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(4)  Ketentuan  mengenai  pengawasan  eksternal  dan pengawasan  internal  hakim  diatur  dalam  undang-undang.

12F

Tidak Ada

Tidak Ada
Dalam  rangka  menjaga  dan  menegakkan  kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat  menganalisis  putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh  kekuatan  hukum  tetap  sebagai  dasar
rekomendasi untuk melakukan mutasi  hakim.
13
(1)  Untuk  dapat  diangkat menjadi Hakim  pada  Pengadilan  Agama,  seorang  calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.  bukan  bekas  anggota  organisasi  terlarang  Partai  Komunis  Indonesia, termasuk  organisasi  massanya  atau  bukan  seseorang  yang  terlibat langsung  ataupun  tak  langsung  dalam  "Gerakan  Kontra  Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi terlarang yang lain;
f.  pegawai negeri;
g.  sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
h.  berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
i.  berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.

(2)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Ketua  dan  Wakil  Ketua  Pengadilan  Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10  (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama.
(1)  Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.  sehat jasmani dan rohani;
g.  berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h.  bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
(2)  Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun.
(3)  Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.
(1)  Untuk  dapat  diangkat  sebagai  hakim  pengadilan agama,  seseorang  harus  memenuhi  syarat  sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia  kepada  Pancasila  dan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  sarjana  syari’ah,  sarjana  hukum  Islam  atau sarjana hukum yang menguasai hukum  Islam;
f.  lulus pendidikan hakim;
g.  mampu  secara  rohani  dan  jasmani  untuk menjalankan tugas dan kewajiban; 
h.  berwibawa,  jujur,  adil,  dan  berkelakuan  tidak tercela; 
i.  berusia  paling  rendah  25  (dua  puluh  lima) tahun  dan  paling  tinggi  40  (empat  puluh) tahun; dan
j.  tidak  pernah  dijatuhi  pidana  penjara  karena melakukan  kejahatan  berdasarkan  putusan pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan hukum tetap. 
(2)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  ketua  atau  wakil ketua  pengadilan  agama,  hakim  harus berpengalaman  paling  singkat  7  (tujuh)  tahun sebagai hakim pengadilan agama.
13A

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Pengangkatan  hakim  pengadilan  agama  dilakukan melalui  proses  seleksi  yang  transparan,  akuntabel, dan partisipatif.
 (2)  Proses  seleksi  pengangkatan  hakim  pengadilan agama  dilakukan  bersama  oleh  Mahkamah  Agung dan Komisi Yudisial.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  proses  seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
13B

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Untuk  dapat  diangkat  sebagai  hakim  ad  hoc, seseorang  harus  memenuhi  syarat  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  13  ayat  (1),  kecuali  huruf  e dan huruf f. 
(2)  Larangan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  17 ayat  (1)  huruf  c  tetap  berlaku  kecuali  undang-undang menentukan lain.
(3)  Tata  cara  pelaksanaan  ketentuan  ayat  (1)  diatur dalam peraturan perundang-undangan.
14
(1)  Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama,  seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
a, b, c, d, e, f, g, dan i;
b.  berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  5  (lima)  tahun  sebagai Ketua  atau Wakil  Ketua  Pengadilan  Agama  atau  15  (lima  belas)  tahun  sebagai Hakim Pengadilan Agama.
(2)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Ketua  Pengadilan  Tinggi  Agama  diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau  sekurang-kurangnya 5  (lima)  tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
(3)  Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 8  (delapan)  tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau,  sekurang-kurangnya 3  (tiga)  tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
(1)  Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h;
b.  berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c.  pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama; dan
d.  lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)  Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah
menjabat ketua pengadilan agama.
(3)  Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.
 (1)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  hakim  pengadilan tinggi  agama,  seorang  hakim  harus  memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  13 ayat  (1)  huruf  a,  huruf  b,  huruf  c,  huruf  d, huruf g, dan huruf j; 
b.  berumur  paling  rendah  40  (empat  puluh) tahun; 
c.  berpengalaman  paling  singkat  5  (lima)  tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan agama,
atau  15  (lima  belas)  tahun  sebagai  hakim pengadilan agama; 
d.  lulus  eksaminasi  yang  dilakukan  oleh Mahkamah Agung; dan
e.  tidak  pernah  dijatuhi  sanksi  pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.  
(2)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  ketua  pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau  3  (tiga)  tahun  bagi  hakim  pengadilan  tinggi agama  yang  pernah  menjabat  ketua  pengadilan agama.
(3)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  wakil  ketua pengadilan  tinggi  agama  harus  berpengalaman paling  singkat  4  (empat)  tahun  sebagai  hakim pengadilan  tinggi  agama  atau  2  (dua)  tahun  bagi hakim  pengadilan  tinggi  agama  yang  pernah menjabat ketua pengadilan agama.

15
(1)  Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2)  Ketua  dan  Wakil  Ketua  Pengadilan  diangkat  dan  diberhentikan  oleh  Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. 

(1)  Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung.
(2)  Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1)  Hakim pengadilan diangkat  oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. 
(1a)    Hakim  pengadilan  diberhentikan  oleh  Presiden  atas usul  Ketua  Mahkamah  Agung  dan/atau  Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b)  Usul  pemberhentian  hakim  yang  dilakukan  oleh Komisi  Yudisial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1a)  hanya  dapat  dilakukan  apabila  hakim  yang bersangkutan  melanggar  Kode  Etik  dan  Pedoman Perilaku Hakim.
(2)   Ketua  dan  wakil  ketua  pengadilan  diangkat  dan diberhentikan oleh Ketua  Mahkamah Agung.
16
(1)  Sebelum  memangku  jabatannya, Ketua,  Wakil  Ketua,  dan  Hakim  wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai berikut :
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh  jabatan saya ini, langsung atau  tidak  langsung, dengan menggunakan nama atau  cara apa pun juga,  tidak  memberikan  atau  menjanjikan  barang  sesuatu  kepada  siapa  pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau  tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun  juga suatu  janji atau pemberian".  "Saya bersumpah bahwa saya akan  setia  kepada  dan  akan  mempertahankan  serta  mengamalkan  Pancasila sebagai  dasar  dan  ideologi  negara,  Undang-Undang  Dasar  1945,  dan  segala Undang-undang  serta  peraturan  lain  yang  berlaku  bagi  Negara  Republik
Indonesia".
"Saya  bersumpah  bahwa  saya  senantiasa  akan menjalankan  jabatan  saya  ini dengan  jujur,  seksama,  dan  dengan  tidak membeda-bedakan  orang  dan  akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti  layaknya  bagi  seorang  Ketua,  Wakil  Ketua,  Hakim  Pengadilan  yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
 (2)  Wakil  Ketua  dan  Hakim  Pengadilan  Agama  diambil  sumpahnya  oleh  Ketua Pengadilan Agama.
 (3)  Wakil  Ketua  dan  Hakim  Pengadilan  Tinggi  Agama  serta  Ketua  Pengadilan
Agama diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama.
 (4)  Ketua  Pengadilan  Tinggi  Agama  diambil  sumpahnya  oleh  Ketua  Mahkamah
Agung.
(1)  Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam.
(2)  Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
(3)  Wakil ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan agama.
(4)  Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama serta ketua pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
(5)  Ketua pengadilan tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung.

Tidak Berubah
17
(1)  Kecuali  ditentukan  lain  oleh  atau  berdasarkan  undang-undang,  Hakim  tidak boleh merangkap menjadi :
a.  pelaksana putusan Pengadilan;
b.  wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang
diperiksa olehnya;
c.  pengusaha.
(2)  Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)  Jabatan  yang  tidak  boleh  dirangkap  oleh  Hakim  selain  jabatan  sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur  lebih  lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(1)  Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim tidak boleh
merangkap menjadi:
a.  pelaksana putusan pengadilan;
b.  wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; atau
c.  pengusaha.
(2)  Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3)  Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak Berubah
18
(1)  Ketua, Wakil  Ketua,  dan  Hakim  diberhentikan  dengan  hormat  dari  jabatannya karena : 
a.  permintaan sendiri;
b.  sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.  telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan  Agama,  dan  63  (enam  puluh  tiga)  tahun  bagi  Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama;
d.  ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)  Ketua,  Wakil  Ketua,  dan  Hakim  yang  meninggal  dunia  dengan  sendirinya diberhentikan  dengan  hormat  dari  jabatannya  oleh  Presiden  selaku  Kepala Negara.

(1)  Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a.  permintaan sendiri;
b.  sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.  telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
d.  ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)  Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
(1)  Ketua,  wakil  ketua,  dan  hakim  pengadilan diberhentikan  dengan  hormat  dari  jabatannya karena:
a.  atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.  sakit  jasmani  atau  rohani  secara  terus-menerus; 
c.  telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua,  wakil  ketua,  dan  hakim  pengadilan agama, dan 67  (enam puluh  tujuh)  tahun bagi ketua,  wakil  ketua,  dan  hakim  pengadilan tinggi agama; atau
d.  ternyata  tidak  cakap  dalam  menjalankan tugasnya. 
(2)  Ketua,  wakil  ketua,  dan  hakim  pengadilan  yang meninggal  dunia  dengan  sendirinya  diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
19
(1)  Ketua,  Wakil  Ketua,  dan  Hakim  diberhentikan  tidak  dengan  hormat  dari jabatannya dengan alasan :
a.  dipidana karena bersalah melakukantindak pidana kejahatan;
b.  melakukan perbuatan tercela;
c.  terus-menerus  melalaikan  kewajiban  dalam  menjalankan  tugas
pekerjaannya;
d.  melanggar sumpah jabatan;
e.  melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17.
(2)  Pengusulan  pemberhentian  tidak  dengan  hormat  dengan  alasan  sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan e dilakukan setelah yang bersangkutan  diberi  kesempatan  secukupnya  untuk  membela  diri  di  hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)  Pembentukan,  susunan,  dan  tata  kerja  Majelis  Kehormatan  Hakim  serta  tata cara  pembelaan  diri  ditetapkan  oleh  Ketua  Mahkamah  Agung  bersama-sama dengan Menteri Agama.
(1)  Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan:
a.  dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.  melakukan perbuatan tercela;
c.  terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d.  melanggar sumpah jabatan; atau
e.  melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam.
(2)  Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3)  Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1)  Ketua,  wakil  ketua,  dan  hakim  pengadilan
diberhentikan  tidak dengan hormat dari  jabatannya
dengan alasan:
a.  dipidana  penjara  karena melakukan kejahatan berdasarkan  putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.  melakukan perbuatan tercela; 
c.  melalaikan  kewajiban  dalam  menjalankan tugas  pekerjaannya  terus-menerus  selama  3 (tiga) bulan;
d.  melanggar sumpah atau janji jabatan; 
e.  melanggar   larangan   sebagaimana   dimaksud  dalam Pasal 17; dan/atau
f.  melanggar  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku Hakim.  
 (2)  Usul  pemberhentian  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1)  huruf  a  diajukan  oleh  Ketua  Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3)  Usul  pemberhentian  dengan  alasan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  b  diajukan  oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4)  Usul  pemberhentian  dengan  alasan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c,  huruf  d,  dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5)  Usul  pemberhentian  dengan  alasan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.
(6)  Sebelum  Mahkamah  Agung  dan/atau  KomisiYud isial  mengajukan  usul  pemberhentian  karena alasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3),  ayat (4), dan ayat  (5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7)  Majelis  Kehormatan  Hakim  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (6)  diatur  sesuai  dengan  peraturan perundang-undangan.
20
Seorang  Hakim  yang  diberhentikan  dari  jabatannya,  tidak  dengan  sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
Dalam  hal  ketua  atau  wakil  ketua  pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara  tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat  (1) huruf a,  tidak dengan  sendirinya diberhentikan sebagai hakim.
21
(1)  Ketua,  Wakil  Ketua,  dan  Hakim  sebelum  diberhentikan  tidak  dengan  hormat sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  19  ayat  (1),  dapat  diberhentikan sementara  dari  jabatannya  oleh  Presiden  selaku  Kepala  Negara  atas  usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2)Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana  yang  dimaksud dalam  ayat  (1),  berlaku  juga  ketentuan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam Pasal 19 ayat (2).
(1)  Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)  Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). 
 (3)  Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling
lama 6 (enam) bulan.
(1)  Ketua, wakil  ketua,  dan hakim  pengadilan  sebelum diberhentikan  tidak  dengan  hormat  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat  (1) huruf b, huruf c, huruf  d,  huruf  e,  dan  huruf  f  dapat  diberhentikan sementara  dari  jabatannya  oleh Ketua  Mahkamah Agung.
(1a)  Pemberhentian  sementara  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2)  Terhadap  pemberhentian  sementara  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  berlaku  juga  ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3)  Pemberhentian  sementara  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
22
(1)  Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan,  dengan  sendirinya  Hakim  tersebut  diberhentikan  sementara  dari jabatannya.
(2)  Apabila  seorang  Hakim  dituntut  di  muka  Pengadilan  dalam  perkara  pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun  1981  tentang  Hukum  Acara  Pidana  tanpa  ditahan,  maka  ia  dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Tidak Berubah

Tidak berubah
23
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemberhentian  dengan  hormat, pemberhentian  tidak  dengan  hormat, dan  pemberhentian  sementara  serta  hak-hak pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Tidak Berubah

Tidak Berubah
24
(1)  Kedudukan protokol Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
 (2)  Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.

Tidak Berubah
(1)  Kedudukan  protokol  hakim  pengadilan  diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2)  Selain  mempunyai  kedudukan  protokoler,  hakim pengadilan  berhak  memperoleh  gaji  pokok, tunjangan,  biaya  dinas,  pensiun  dan  hak-hak lainnya.
(3)  Tunjangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2) berupa:
a.  tunjangan jabatan; dan
b.  tunjangan  lain  berdasarkan  peraturan perundang-undangan.
(4)  Hak-hak  lainnya  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (2) berupa:
a.  rumah jabatan milik negara;
b.  jaminan kesehatan; dan
c.  sarana transportasi milik negara.
 (5)  Hakim  pengadilan  diberi  jaminan  keamanan  dalam melaksanakan tugasnya.
(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  gaji  pokok, tunjangan,  dan  hak-hak  lainnya  beserta  jaminan keamanan  bagi  ketua,  wakil  ketua,  dan  hakimpengadilan  diatur  dengan  peraturan  perundang-undangan.
25
Ketua,  Wakil  Ketua,  dan  Hakim  dapat  ditangkap  atau  ditahan  hanya  atas
perintah  Jaksa  Agung  setelah  mendapat  persetujuan  Ketua  Mahkamah  Agung  dan
Menteri Agama, kecuali dalam hal :

a.  tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau
b.  disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
mati, atau
c.  disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
a.  tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b.  disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c.  disangka telah melakukan kejahatan terhadap keamanan negara.

Tidak Berubah

Paragraph 2 Panitera
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
26
(1)  Pada  setiap  Pengadilan  ditetapkan  adanya  Kepaniteraan  yang  dipimpin  oleh seorang Panitera.
(2)  Dalam  melaksanakan  tugasnya  Panitera  Pengadilan  Agama  dibantu  oleh seorang  Wakil  Panitera,  beberapa  orang  Panitera  Muda,  beberapa  orang Panitera Pengganti, dan beberapa orang Juru Sita. 
(3)  Dlam melaksanakan  tugasnya Panitera Pengadilan Tinggi Agama dibantu oleh seorang Wakil  Panitera,  beberapa  orang  Panitera Muda,  dan  beberapa  orang Panitera Pengganti.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
27
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.  berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam;
f.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  4  (empat)  tahun  sebagai Wakil  Panitera atau 7  (tujuh)  tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi agama; dan 
g.  sehat jasmani dan rohani.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia  kepada  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  berijazah  sarjana  syari’ah,  sarjana  hukum  Islam, atau sarjana hukum yang menguasai hukum  Islam;
f.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan  agama,  atau  menjabat  wakil  panitera pengadilan tinggi agama; dan 
g.  mampu  secara  rohani  dan  jasmani  untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
28
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d;
b.  berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
c.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  4 (empat)  tahun  sebagai Wakil  Panitera atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
b.  berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
c.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengadilan agama.

Tidak Berubah
29
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
 a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan
e;
b.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  4  (empat)  tahun  sebagai  Panitera  Muda
atau 6 (enam) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama.

Tidak Berubah
30
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d;
b.  berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
c.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  4  (empat)  tahun  sebagai  Panitera  Muda atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau 4  (empat)  tahun  sebagai  Wakil  Panitera  Pengadilan  Agama,  atau  menjabat Panitera Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
b.  berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; dan
c.  berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.
Untuk  dapat  diangkat menjadi wakil  panitera  pengadilan tinggi  agama,  seorang  calon  harus  memenuhi  syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; 
b.  dihapus.
c.  berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera  muda  pengadilan  tinggi  agama,  5  (lima) tahun  sebagai  panitera  muda  pengadilan  tinggi agama,  atau  3  (tiga)  tahun  sebagai  wakil  panitera pengadilan  agama,  atau menjabat  sebagai  panitera pengadilan agama.
31
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b.  berpengalaman sekurang-kurangnya 3  (tiga)  tahun  sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan 
b.  berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama.

Tidak Berubah
32
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b.  berpengalaman sekurang-kurangnya 3  (tiga)  tahun  sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau 4  (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 8 (delapan)  tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil Panitera Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.  berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan tinggi agama, 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan agama.

Tidak Berubah
33
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  5  (lima)  tahun  sebagai  pegawai  negeri pada Pengadilan Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:  
a.  syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun. Sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.

Tidak Berubah
34
Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Panitera  Pengganti  Pengadilan  Tinggi  Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b.  berpengalaman sekurang-kurangnya 5  (lima)  tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan  Agama  atau  10  (sepuluh) tahun  sebagai  pegawai  negeri  pada Pengadilan Tinggi Agama.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf g; dan
b.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi agama.

Tidak Berubah
35
(1)  Kecuali  ditentukan  lain  oleh  atau  berdasarkan  undang-undang,  Panitera  tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
(2)  Panitera tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3)  Jabatan  yang  tidak  boleh  dirangkap  oleh Panitera  selain  jabatan  sebagaimana yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diatur  lebih  lanjut  oleh  Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(1)  Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
(2)  Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3)  Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh panitera selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
Panitera tidak boleh merangkap menjadi:
a.  wali;
b.  pengampu;
c.  advokat; dan/atau
d.  pejabat peradilan yang lain.
36
Panitera, Wakil  Panitera,  Panitera  Muda,  dan  Panitera  Pengganti  Pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Agama.
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah
37
Sebelum memangku  jabatannya, Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera  Pengganti  diambil  sumpahnya menurut  agama  Islam  oleh  Ketua  Pengadilan yang bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Demi  Allah,  saya  bersumpah  bahwa  saya,  untuk  memperoleh  jabatan  saya  ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau  tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian".
"Saya  bersumpah  bahwa  saya  akan  setia  kepada  dan  akan  mempertahankan  serta mengamalkan  Pancasila  sebagai  dasar  dan  ideologi  negara,  Undang-Undang  Dasar 1945,  dan  segala  undang-undang  serta  peraturan  lain  yang  berlaku  bagi  Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa  saya  senantiasa akan menjalankan  jabatan  saya  ini dengan jujur,  seksama,  dan  dengan  tidak membeda-bedakan  orang  dan  akan  berlaku  dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti  layaknya bagi seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(1)  Sebelum memangku jabatannya, panitera, wakil panitera, panitera. muda, dan panitera pengganti mengucapkan sumpah menurut agama Islam dihadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2)  Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."
"Saya bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
"Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak . membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan”.

Tidak Berubah

Paragraf 3 Juru Sita
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
38
Pada  setiap  Pengadilan  Agama  ditetapkan  adanya  Juru  Sita  dan  Juru  Sita Pengganti.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
38A

Tidak Ada

Tidak Ada
Panitera,  wakil  panitera,  panitera  muda,  dan  panitera pengganti  pengadilan  diberhentikan  dengan  hormat dengan alasan:
a.  meninggal dunia;
b.  atas permintaan sendiri secara tertulis;
c.  sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
d.  telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil  panitera,  panitera  muda,  dan  panitera pengganti pengadilan agama;
e.  telah  berumur  62  (enam  puluh  dua)  tahun  bagi panitera,  wakil  panitera,  panitera  muda,  dan panitera  pengganti  pengadilan  tinggi    agama;
dan/atau
f.  ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
38B

Tidak Ada

Tidak Ada
Panitera,  wakil  panitera,  panitera  muda,  dan  panitera pengganti pengadilan diberhentikan tidak   dengan hormat dengan alasan:
a.  dipidana  penjara  karena  melakukan  kejahatan berdasarkan putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.  melakukan perbuatan tercela;
c.  melalaikan  kewajiban  dalam  menjalankan  tugas pekerjaannya terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d.  melanggar sumpah atau janji jabatan; 
e.  melanggar  larangan  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 35; dan/atau
f.  melanggar kode etik panitera.
39
(1)  Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.  berijazah serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat atas;
f.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  5  (lima)  tahun  sebagai  Juru  Sita Pengganti.
(2)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Juru  Sita  Pengganti,  seorang  calon  harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, dan e; b.  berpengalaman  sekurang-kurangnya  5  (lima)  tahun  sebagai  pegawai negeri pada Pengadilan Agama.
(1)  Untuk dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
f.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita pengganti; dan
g.  sehat jasmani dan rohani.
(2)  Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;
b.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
(1)  Untuk  dapat  diangkat  menjadi  juru  sita,  seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia  kepada  Pancasila  dan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
e.  berijazah pendidikan menengah;                 
f.  berpengalaman  paling  singkat  3  (tiga)  tahun sebagai juru sita pengganti; dan
g.  mampu  secara  rohani  dan  jasmani  untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
(2)  Untuk  dapat  diangkat menjadi  juru  sita  pengganti, seorang  calon  harus  memenuhi  syarat  sebagai berikut:
a.  syarat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b.  berpengalaman  paling  singkat  3  (tiga)  tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
40
(1)  Juru  Sita  diangkat  dan  diberhentikan  oleh  Menteri  Agama  atas  usul  Ketua Pengadilan Agama. 
(2)  Juru Sita Pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan Agama.
(1)  Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2)  Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan.

Tidak Berubah
41
Sebelum  memangku  jabatannya,  Juru  Sita  dan  Juru  Sita  Pengganti  diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan Agama.
Bunyi sumpah adalah sebagai berikut :
"Demi  Allah,  saya  bersumpah  bahwa  saya,  untuk  memperoleh  jabatan  saya  ini, langsung  atau  tidak  langsung,  dengan menggunakan  nama  atau  cara  apa  pun  juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesusatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian".
"Saya  bersumpah  bahwa  saya  akan  setia  kepada  dan  akan  mempertahankan  serta mengamalkan  Pancasila  sebagai  dasar  dan  ideologi  negara,  Undang-Undang  Dasar 1945,  dan  segala  undang-undang  serta  peraturan  lain  yang  berlaku  bagi  Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa  saya  senantiasa akan menjalankan  jabatan  saya  ini dengan jujur,  seksama,  dan  dengan  tidak membeda-bedakan  orang  dan  akan  berlaku  dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti  layaknya bagi seorang Juru Sita, Juru Sita Pengganti yang berbudi baik dan  jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(1)  Sebelum memangku jabatannya, jurusita. atau jurusita pengganti wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2)  Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga". 
"Saya bersumpah, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".

Tidak Berubah
42
(1)  Kecuali ditentutakan  lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Juru Sita  tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2)  Juru Sita tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum. 
(3)  Jabatan yang  tidak boleh dirangkap oleh Juru Sita selain  jabatan sebagaimana
yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  dan  ayat  (2),  diatur  lebih  lanjut  oleh  Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(1)  Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2)  Jurusita tidak boleh merangkap advokat.
(3)  Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah



Bagian Ketiga Sekretaris
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
43
Pada  setiap  Pengadilan  ditetapkan  adanya  Sekretariat  yang  dipimpin  oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
44
Panitera Pengadilan merangkap Sekretaris Pengadilan.
Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan.

Dihapus
45
Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Wakil  Sekretaris  Pengadilan  Agama,  seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.  berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah, atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam atau sarjana muda administrasi;
f.  berpengalaman di bidang administrasi peradilan.
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  berijazah paling rendah sarjana syari'ah atausarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.  berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
g.  sehat jasmani dan rohani.
Untuk  dapat  diangkat  menjadi  sekretaris  dan  wakil sekretaris  pengadilan  agama,  seorang  calon  harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia;
b.  beragama Islam;
c.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.  setia  kepada  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.  berijazah  sarjana  syari’ah,  sarjana  hukum  Islam, sarjana hukum yang menguasai hukum  Islam, atau
sarjana administrasi;
f.  berpengalaman  paling  singkat  2  (dua)  tahun  di bidang administrasi peradilan; dan
g.  mampu  secara  rohani  dan  jasmani  untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
46
Untuk  dapat  diangkat  menjadi  Wakil  Sekretaris  Pengadilan  Tinggi  Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a.  syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, b, c, d, dan f;
b.  berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam.

Dihapus
Untuk  dapat  diangkat  menjadi  sekretaris  dan  wakil sekretaris  pengadilan  tinggi  agama,  seorang  calon  harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  syarat-syarat  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 45 huruf  a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf g; dan
b.  berpengalaman  paling  singkat  4  (empat)  tahun  di bidang administrasi peradilan.
47
Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Tidak Berubah
48
Sebelum memangku  jabatannya Wakil  Sekretaris  diambil  sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah : bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan setia dan  taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
bahwa  saya,  akan mentaati  segala  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  dan melaksanakan  tugas  kedinasan  yang  dipercayakan  kepada  saya  dengan  penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung  tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat Wakil  Sekretaris  serta  akan  senantiasa mengutamakan  kepentingan  negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa  saya,  akan  memegang  rahasia  sesuatu  yang  menurut  sifatnya  atau  menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa  saya,  akan  bekerja  dengan  jujur,  tertib,  cermat,  dan  bersemangat  untuk
kepentingan negara".
(1)  Sebelum memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil sekretaris mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2)  Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah.
"Saya bersumpah bahwa saya, akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, martabat sekretaris/wakil sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan memegang rahasia . sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus saya rahasiakan".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".

Tidak Berubah

BAB III
KEKUASAAN PENGADILAN
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
49
(1)  Pengadilan  Agama  bertugas  dan  berwenang  memeriksa,  memutus,  dan menyelesaikan  perkara-perkara  di  tingkat  pertama  antara  orang-orang  yang beragama Islam di bidang:
a.  perkawinan;
b.kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c.  wakaf dan shadaqah.
(2)  Bidang  perkawinan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  huruf  a  ialah hal-hal  yang  diatur  dalam  atau  berdasarkan  undang-undang  mengenai perkawinan yang berlaku. 
(3)  Bidang  kewarisan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  huruf  b  ialah
penentuan  siapa-siapa  yang  menjadi  ahli  waris,  penentuan  mengenai  harta peninggalan,  penentuan  bagian  masing-masing  ahli  waris,  dan  melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.  perkawinan;
b.  warta;
c.  wasiat;
d.  hibah;
e.  wakaf;
f.  zakat;
g.  infaq;
h.  shadaqah; dan
i.  ekonomi syari'ah.

Tidak Berubah
50
Dalam  hal  terjadi  sengketa  mengenai  hak  milik  atau  keperdataan  lain  dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
(1)  Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

Tidak Berubah
51
(1)  Pengadilan  Tinggi  Agama  bertugas  dan  berwenang  mengadili  perkara  yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. 
(2)  Pengadilan  Tinggi  Agama  juga  bertugas  dan  berwenang  mengadili  di  tingkat pertama dan  terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
52
(1)  Pengadilan  dapat memberikan  keterangan,  pertimbangan,  dan  nasihat  tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
(2)  Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal  51,  Pengadilan  dapat  diserahi  tugas  dan  kewenangan  lain  oleh  atau berdasarkan undang-undang.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
52A

Tidak Ada
Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.

Tidak Berubah
53
(1)  Ketua  Pengadilan  mengadakan  pengawasan  atas  pelaksanaan  tugas  dan
tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
 (2)  Selain  tugas  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1),  Ketua  Pengadilan Tinggi Agama  di  daerah  hukumnya melakukan pengawasan  terhadap  jalannya peradilan  di  tingkat  Pengadilan  Agama  dan  menjaga  agar  peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
(3)  Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan  ayat  (2),  Ketua  Pengadilan  dapat  memberikan  petunjuk,  teguran,  dan
peringatan, yang dipandang perlu.
(4)  Pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ayat (2), dan ayat (3), tidak  boleh  mengurangi  kebebasan  Hakim  dalam  memeriksa  dan  memutus
perkara.

Tidak Berubah
(1)  Ketua  pengadilan  melakukan  pengawasan  atas pelaksanaan tugas hakim.
(2)  Ketua  pengadilan  selain  melakukan  pengawasan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  juga mengadakan  pengawasan  terhadap  pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya. 
(3)  Selain  tugas  melakukan  pengawasan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2),  ketua pengadilan  tinggi  agama  di  daerah  hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di  tingkat  pengadilan  agama  dan  menjaga  agar
peradilan  diselenggarakan  dengan  seksama  dan sewajarnya.
(4)  Dalam  melakukan  pengawasan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2),  ketua pengadilan  dapat  memberikan  petunjuk,  teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu.
(5)  Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),  ayat  (2),  dan  ayat  (3),  tidak  boleh  mengurangi kebebasan  hakim  dalam  memeriksa  dan  memutus perkara.




BAB IV
HUKUM ACARA
Bagian Pertama Umum
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
54
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah  Hukum  Acara  Perdata  yang  berlaku  pada  Pengadilan  dalam  lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
55
Tiap  pemeriksaan  perkara  di  Pengadilan  dimuali  sesudah  diajukannya  suatu permohonan  atau  gugatan  dan  pihak-pihak  yang  berperkara  telah  dipanggil  menurut ketentuan yang berlaku.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
56
(1)  Pengadilan  tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus  suatu perkara yang  diajukan  dengan  dalih  bahwa  hukum  tidak  atau  kurang  jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya.
(2)  Ketentuan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  tidak  menutup
kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
57
(1)  Peradilan  dilakukan  DEMI  KEADILAN  BERDASARKAN  KETUHANAN  YANG MAHA ESA.
(2)  Tiap  penetapan  dan  putusan  dimulai  dengan  kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM  diikuti  dengan  DEMI  KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
(3)  Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
58
(1)  Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
 (2)  Pengadilan  membantu  para  pencari  keadilan  dan  berusaha  sekeras-kerasnya
mengatasi  segala  hambatan  dan  rintangan  untuk  tercapainya  peradilan  yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
59
(1)  Sidang pemeriksaan Pengadilan  terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan  lain  atau  jika  Hakim  dengan  alasan-alasan  penting  yang dicatat  dalam  berita  acara  sidang, memerintahkan  bahwa  pemeriksaan  secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup.
(2)  Tidak  terpenuhinya  ketentuan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1) mengakibatkan  seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau putusannya batal
menurut hukum.
(3)  Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
60
Penetapan dan putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
60A

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Dalam  memeriksa  dan  memutus  perkara,  hakim harus  bertanggung  jawab  atas  penetapan  dan putusan yang dibuatnya.
(2)  Penetapan  dan  putusan  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  harus memuat  pertimbangan  hokum hakim  yang  didasarkan  pada  alasan  dan  dasar hukum yang tepat dan benar.
60B

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Setiap  orang  yang  tersangkut  perkara  berhak memperoleh bantuan hukum.
(2)  Negara  menanggung  biaya  perkara  bagi  pencari keadilan yang tidak mampu.  
(3)  Pihak  yang  tidak  mampu  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (2)  harus melampirkan  surat  keterangan
tidak  mampu  dari  kelurahan  tempat  domisili  yang bersangkutan.
60C

Tidak Ada
                              
Tidak Ada
(1)  Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum  untuk  pencari  keadilan  yang  tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
(2)  Bantuan  hukum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  diberikan  secara  cuma-cuma  kepada  semua tingkat peradilan  sampai putusan  terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3)  Bantuan  hukum  dan  pos  bantuan  hukum sebagaimana  dimaksud    pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2) dilaksanakan  sesuai  dengan  peraturan  perundang-
undangan.
61
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
62
(1)  Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus memuat alasan-alasan dan  dasar-dasarnya  juga  harus  memuat  pasal-pasal  tertentu  dari  peraturan-peraturan  yang  bersangkutan  atau  sumber  hukum  tak  tertulis  yang  dijadikan dasar untuk mengadili.
(2)  Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangai oleh Ketua dan Hakim-hakim yang memutus serta Panitera yang ikut bersidang pada waktu penetapan dan putusan itu diucapkan.
(3)  Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera yang bersidang.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
63
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara

Tidak Berubah

Tidak Berubah
64
Penetapan  dan  putusan  Pengadilan  yang  dimintakan  banding  atau  kasasi, pelaksanaannya  ditunda  demi  hukum,  kecuali  apabila  dalam  amarnya  menyatakan penetapan  atau  putusan  tersebut  dapat  dijalankan  lebih  dahulu  meskipun  ada perlawanan, banding, atau kasasi.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
64A

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Pengadilan  wajib  memberikan  akses  kepada masyarakat  untuk  memperoleh  informasi  yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan.
(2)  Pengadilan  wajib  menyampaikan  salinan  putusan kepada  para  pihak  dalam  jangka  waktu  paling lambat  14  (empat  belas)  hari  kerja  sejak  putusan diucapkan.
(3)  Apabila  pengadilan  tidak  melaksanakan  ketentuan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2),
ketua pengadilan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Pemeriksaan Sengketa Perkawinan
Paragaraf 1 Umum
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
65
Perceraian  hanya  dapat  dilakukan  di  depan  sidang  Pengadilan  setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan  tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Tidak Berubah

Tidak Berubah

Paragraf 2 Cerai Talak
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
66
(1)  Seorang  suami  yang  beragama  Islam  yang  akan  menceraikan  istrinya
mengajukan  permohonan  kepada  Pengadilan  untuk mengadakan  sidang  guna
menyaksikan ikrar talak.

(2)  Permohonan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  diajukan  kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila  termohon  dengan  sengaja  meninggalkan  tempat  kediaman  yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
(3)  Dalam  hal  termohon  bertempat  kediaman  di  luar  negeri,  permohonan  diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. 
(4)  Dalam  hal  pemohon  dan  termohon  bertempat  kediaman  di  luar  negeri,  maka permohonan  diajukan  kepada  Pengadilan  yang  daerah  hukumnya  meliputi tempat  perkawinan  mereka  dilangsungkan  atau  kepada  Pengadilan  Agama Jakarta Pusat.
(5)  Permohonan  soal  penguasaan  anak,  nafkah  anak,  nafkah  istri,  dan  harta bersama  suami  istri  dapat  diajukan  bersama-sama  dengan  permohonan  cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
67
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas memuat:
a.  nama, umur, dan  tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan  termohon, yaitu istri;
b.  alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
68
(1)  Pemeriksaan  permohonan  cerai  talak  dilakukan  oleh Majelis  Hakim  selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak
didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)  Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
69
Dalam  pemeriksaan  perkara  cerai  talak  ini  berlaku  ketentuan-ketentuan  Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
70
(1)  Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak  tidak mungkin  lagi didamaikan  dan  telah  cukup  alasan  perceraian, maka Pengadilan menetapkan
bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
 (2)  Terhadap  penetapan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1),  istri  dapat mengajukan banding.
(3)  Setelah  penetapan  tersebut  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap,  Pengadilan menentukan  hari  sidang  penyaksian  ikrar  talak,  dengan memanggil  suami  dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
(4)  Dalam  sidang  itu  suami  atau wakilnya  yang  diberi  kuasa  khusus  dalam  suatu akta  otentik  untuk  mengucapkan  ikrar  talak,  mengucapkan  ikrar  talak  yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
(5)  Jika  istri  telah mendapat  panggilan  secara  sah  atau  patut,  tetapi  tidak  datang menghadap  sendiri  atau  tidak  mengirim  wakilnya,  maka  suami  atau  wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
(6)  Jika suami dalam  tenggang waktu 6  (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang
penyaksian  ikrar  talak,  tidak  datang menghadap  sendiri  atau  tidak  mengirim
wakilnya  meskipun  telah  mendapat panggilan  secara  sah  atau  patut  maka gugurlah kekuatan penetapan  tersebut, dan perceraian  tidak dapat diajukan  lagi berdasarkan alasan yang sama.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
71
(1)  Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak.
(2)  Hakim membuat  penetapan  yang  isinya menyatakan  bahwa  perkawinan  putus sejak  ikrar  talak  diucapkan  dan  penetapan  tersebut  tidak  dapat  dimintakan banding atau kasasi.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
72
Terhadap  penetapan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  71  berlaku ketentuan-ketentuan  dalam  Pasal  84  ayat  (1),  ayat  (2),  ayat  (3),  dan  ayat  (4),  serta Pasal 85.

Tidak Berubah

Tidak Berubah

Paragraf 3 Cerai Gugat
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
73
(1)  Gugatan perceraian diajukan oleh  istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah  hukumnya  meliputi  tempat  kediaman  penggugat,  kecuali  apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan  tempat kediaman bersama  tanpa  izin tergugat. 
(2)  Dalam  hal  penggugat  bertempat  kediaman  di  luar  negeri,  gugatan  perceraian diajukan kepada Pengadilan  yang daerah hukumnya meliputi  tempat kediaman tergugat.
(3)  Dalam  hal  penggugat  dan  tergugat  bertempat  kediaman  di  luar  negeri,  maka gugatan  diajukan  kepada  Pengadilan  yang  daerah  hukumnya  meliputi  tempat perkawinan  mereka  dilangsungkan  atau  kepada  Pengadilan  Agama  Jakarta Pusat.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara  disertai  keterangan  yang  menyatakan  bahwa  putusan  itu  telah  memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
75
Apabila  gugatan  perceraian  didasarkan  atas  alasan  bahwa  tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat  tidak dapat menjalankan kewajiban  sebagai suami, maka  Hakim  dapat  memerintahkan  tergugat  untuk memeriksakan  diri  kepada dokter.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
76
(1)  Apabila  gugatan  perceraian  didasarkan  atas  alasan  syiqaq,  maka  untuk mendapatkan  putusan  perceraian  harus  didengar  keterangan  saksi-saksi  yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.
(2)  Pengadilan  setelah  mendengar  keterangan  saksi  tentang  sifat  persengketaan antara  suami  istri  dapat mengangkat  seorang  atau  lebih  dari  keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
78
Selama  berlangsungnya  gugatan  perceraian,  atas  permohonan  penggugat, Pengadilan dapat:
a.  menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
b.  menentukan  hal-hal  yang  perlu  untuk menjamin  pemeliharaan  dan  pendidikan
anak;
c.  menentukan  hal-hal  yang  perlu  untuk menjamin  terpeliharanya  barang-barang
yang menjadi  hak  bersama  suami  istri  atau  barang-barang  yang menjadi  hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
79
Gugatan  perceraian  gugur  apabila  suami  atau  istri meninggal  sebelum  adanya putusan Pengadilan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
80
(1)  Pemeriksaan  gugatan  perceraian  dilakukan  oleh  Majelis  Hakim  selambat-
lambatnya  30  (tiga  puluh)  hari  setelah  berkas  atau  surat  gugatan  perceraian didaftarkan di Kepaniteraan. 
(2)  Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup

Tidak Berubah

Tidak Berubah
81
(1)  Putusan  Pengadilan  mengenai  gugatan  perceraian  diucapkan  dalam  sidang terbuka untuk umum.
(2)  Suatu  perceraian  dianggap  terjadi  beserta  segala  akibat  hukumnya  terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. 

Tidak Berubah

Tidak Berubah
82
(1)  Pada  sidang  pertama  pemeriksaan  gugatan  perceraian,  Hakim  berusaha mendamaikan kedua pihak. 
(2)  Dalam  sidang  perdamaian  tersebut,  suami  istri  harus  datang  secara  pribadi,
kecuali  apabila  salah  satu  pihak  bertempat  kediaman  di  luar  negeri,  dan  tidak dapat  datang  menghadap  secara  pribadi  dapat  diwakili  oleh  kuasanya  yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3)  Apabila kedua pihak bertempat kediaman di  luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.
(4)  Selama  perkara  belum diputuskan,  usaha mendamaikan  dapat  dilakukan  pada setiap sidang pemeriksaan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
83
Apabila  tercapai  perdamaian,  maka  tidak  dapat  diajukan  gugatan  perceraian
baru  berdasarkan  alasan  yang  ada  dan  telah  diketahui  oleh  penggugat  sebelum
perdamaian tercapai.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
84
(1)  Panitera  Pengadilan  atau  pejabat  Pengadilan  yang  ditunjuk  berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap,  tanpa  bermeterai kepada  Pegawai  Pencatat  Nikah  yang  wilayahnya  meliputi  tempat  kediaman penggugat dan  tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang.disediakan untuk itu.
(2)  Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat  Nikah  tempat  perkawinan  dilangsungkan,  maka  satu  helai  salinan putusan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  ayat  (1)  yang  telah memperoleh kekuatan  hukum  tetap  tanpa  bermeterai  dikirimkan  pula  kepada  Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
(3)  Apabila  perkawinan  dilangsungkan  di  luar  negeri,  maka  satu  helai  salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat  (1) disampaikan pula kepada Pegawai  Pencatat  Nikah  di  tempat  didaftarkannya  perkawinan  mereka  di Indonesia. 
(4)  Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada
para  pihak  selambat-lambatnya  7  (tujuh)  hari  terhitung  setelah  putusan  yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
85
Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
84, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
86
(1)  Gugatan  soal  penguasaan  anak,  nafkah  anak, nafkah  istri,  dan  harta  bersama suami  istri  dapat  diajukan  bersama-sama  dengan  gugatan  perceraian  ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2)  Jika  ada  tuntutan  pihak  ketiga,  maka  Pengadilan  menunda  terlebih  dahulu perkara  harta  bersama  tersebut  sampai  ada  putusan  Pengadilan  dalam lingkungan  Peradilan  Umum  yang  telah  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap tentang hal itu.

Tidak Berubah

Tidak Berubah

Paragraf 4 Cerai Dengan Alasan Zina
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
87
(1)  Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak
melakukan  zina,  sedangkan  pemohon  atau  penggugat  tidak  dapat melengkapi
bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali  serta  upaya  peneguhan  alat  bukti  tidak mungkin  lagi  diperoleh  baik  dari pemohon  atau  penggugat  maupun  dari  termohon  atau  tergugat,  maka  Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah. 
(2)  Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
88
(1)  Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan cara li'an.
(2)  Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh istri maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku.

Tidak Berubah

Tidak Berubah

Bagian Ketiga Biaya Perkara
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
89
(1)  Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon.
 (2)  Biaya  perkara  penetapan  atau  putusan  Pengadilan  yang  bukan  merupakan penetapan  atau  putusan  akhir  akan  diperhitungkan  dalam  penetapan  atau putusan akhir.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
90
(1)  Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a.  biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara itu;
b.  biaya  untuk  para  saksi,  saksi  ahli,  penerjemah, dan  biaya  pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu;
c.  biaya  yang  diperlukan  untuk  melakukan  pemeriksaan  setempat  dan tindakan-tindakan  lain  yang  diperlukan  oleh  Pengadilan  dalam  perkara itu;
d.  biaya  pemanggilan,  pemberitahuan,  dan  lain-lain  atas  perintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu.
(2)  Besarnya  biaya  perkara  diatur  oleh  Menteri  Agama  dengan  persetujuan Mahkamah Agung.
(1)  Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a.  biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara tersebut;
b.  biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut;
c.  biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut; dan
d.  biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.
(2)  Besarnya biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah
91
(1)  Jumlah  biaya  perkara  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  90  harus dimuat dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan. 
(2)  Jumlah  biaya  yang  dibebankan  oleh  Pengadilan  kepada  salah  satu  pihak berperkara untuk dibayarkan kepada  pihak lawannya dalam perkara itu, harus dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
91A
Tidak Ada
Tidak Ada
(1)  Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan agama dapat menarik biaya perkara.
(2)  Penarikan  biaya  perkara  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  wajib  disertai  dengan  tanda  bukti pembayaran yang sah.
(3)  Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara.
(4)  Biaya  kepaniteraan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (3)  merupakan  penerimaan  negara  bukan pajak,  yang  ditetapkan  sesuai  dengan  peraturan
perundang-undangan.
(5)  Biaya  proses  penyelesaian  perkara  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada pihak atau para  pihak  yang  berperkara  yang  ditetapkan  oleh Mahkamah Agung.
(6) Pengelolaan dan  pertanggungjawaban  atas penarikan  biaya  perkara  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1),  diperiksa  oleh  Badan  Pemeriksa Keuangan  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan.
91B

Tidak Ada

Tidak Ada
(1)  Setiap  pejabat  peradilan  dilarang  menarik  biaya selain  biaya  perkara  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 91A ayat (3).
(2)  Pelanggaran  terhadap  ketentuan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dikenai  sanksi pemberhentian  tidak  dengan  hormat  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 38B.



BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
92
Ketua Pengadilan mengatur pembagian tugas para Hakim.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
93
Ketua Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat  lain yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
94
Ketua  Pengadilan menetapkan  perkara  yang  harus  diadili  berdasarkan  nomor urut,  tetapi  apabila  terdapat  perkara  tertentu  yang  karena  menyangkut  kepentingan umum harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
95
Ketua Pengadilan wajib mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
96
Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.

Tidak Berubah


Tidak Berubah
97
Panitera,  Wakil  Panitera,  Panitera  Muda,  dan  Panitera  Pengganti  bertugas
membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
98
Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
99
(1)  Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di Kepaniteraan.
(2)  Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap perkara diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
100
Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
101
(1)  Panitera  bertanggung  jawab  atas  pengurusan  berkas  perkara,  penetapan  atau putusan,  dokumen,  akta,  buku  daftar,  biaya  perkara,  uang  titipan  pihak  ketiga, surat-surat  berharga,  barang  bukti,  dan  surat-surat  lain  yang  disimpan  di Kepaniteraan.
(2)  Semua  daftar,  catatan,  risalah,  berita  acara,  serta  berkas  perkara  tidak  boleh dibawa  keluar  dari  ruangan  Kepaniteraan,  kecuali  atas  izin  Ketua  Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
(3)  Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau  turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
102
Tugas dan tanggung jawab serta tata kerja Kepaniteraan Pengadilan diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
103
(1)  Juru Sita bertugas : 
a. melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang;
b.  menyampaikan  pengumuman-pengumuman,  teguran-teguran,  dan pemberitahuan  penetapan  atau  putusan  Pengadilan  menurut  cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang,
c.  melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan;
d.  membuat  berita  acara  penyitaan,  yang  salinan  resminya  diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 
(2)  Juru  Sita  berwenang melakukan  tugasnya  di  daerah  hukum  Pengadilan  yang Bersangkutan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
104
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pelaksanaan  tugas  Juru  Sita  diatur  oleh
Mahkamah Agung.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
105
(1)  Sekretaris  Pengadilan  bertugas  menyelenggarakan  administrasi  umum
Pengadilan.
(2)  Tugas  serta  tanggung  jawab,  susunan  organisasi,  dan  tata  kerja  Sekretariat diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.
(1)  Sekretaris pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum pengadilan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja sekretariat diatur oleh Mahkamah Agung.

Tidak Berubah

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
106
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini;
 1.  semua  Badan  Peradilan  Agama  yang  telah  ada  dinyatakan  sebagai  Badan Peradilan Agama menurut Undang-undang ini; 
2.  semua  peraturan  pelaksanaan  yang  telah  ada  mengenai  Peradilan  Agama dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-undang ini belum dikeluarkan, sepanjang peraturan  itu  tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
106A

Tidak Ada
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Tidak Berubah


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
107
(1)  Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
 a.  Peraturan  tentang  Peradilan  Agama  di  Jawa  dan  Madura  (Staatsblad Tahun  1882  Nomor  152  dan  Staatsblad  Tahun  1937  Nomor  116  dan Nomor 610);
b.  Peraturan  tentang  Kerapatan  Qadi  dan  Kerapatan  Qadi  Besar  untuk sebagian  Residensi  Kalimantan  Selatan  dan  Timur  (Staatsblad  Tahun 1937 Nomor 638 dan Nomor 639);
c.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  45  Tahun  1957  tentang  Pembentukan Pengadilan  Agama/Mahkamah  Syar'iyah  di  luar  Jawa  dan  Madura (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 99), dan d.  Ketentuan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam  Pasal  63  ayat  (2) Undang-undang  Nomor  1  Tahun  1974  tentang  Perkawinan  (Lembaran Negara  Tahun  1974  Nomor  1,  Tambahan  Lembaran  Negara  Nomor 3019), dinyatakan tidak berlaku.
(2)  Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 236 a Reglemen Indonesia yang  diperbaharui  (RIB),  Staatsblad  Tahun  1941  Nomor  44,  mengenai permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di  luar sengketa antara orang-orang  yang  beragama  Islam  yangdilakukan  berdasarkan  hukum  Islam, diselesaikan oleh Pengadilan Agama.

Tidak Berubah

Tidak Berubah
108
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Tidak Berubah

Tidak Berubah



Undang-undang no. 7 tahun 1989
Undang-undang no. 3 tahun 2006
Undang-undang no. 50 tahun 2009
Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1989
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1989
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 20 Maret 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 20 Maret 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 22

Pasal  II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan
pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan  penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


PATRIALIS AKBAR


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2009  NOMOR 159